Meditasi, Tafakur dan Mindfulness

Iip Fariha
3 min readOct 2, 2021

--

Orang yang mindful mampu membuat jarak antara lintasan pikiran dan tindakannya

Photo by Dingzeyu Li on Unsplash

Suatu hari, sahabat diskusiku menyapa di chat WA.

“Salam. Teh, sebenarnya meditasi praktiknya seperti apa sih? Tentu tidak persis sama dgn tafakur bukan?”, kata AM sambil mengirim gambar anak kecil duduk simpuh disertai quote dari Dalai Lama.

if every 8 year old in the world is taught meditation, we will eliminate violence from the world within one generation

-Dalai Lama

Saya menjawab singkat-singkat, karena ini chat WA, saat terkadang kita merespon sambil mengerjakan hal ini dan itu. Penulisannyapun disingkat-singkat gaya chatting medsos.

Aku : “Meditasi itu salah satu teknik mindfulness. Secara teknik mindfulness itu banyak. Sholat, zikir bs mindfulness. Skg makan, berjalan jg hrs mindfulness bukan mindfull ya ( dengan dobel L).

AM : “Berarti tidak harus seperti ini posisinya?” (Pose duduk meditasi)

Aku: “Meditasi itu tekniknya, sama dengan jeda.

Posisi duduk mah cara saja, krn yg utama self awareness terhadap tubuh

Tapi meditasi gerak jg banyak. Spt yoga sejenis meditasi jg

AM: Anak-anak dilatih meditasi, bisa tidak melakukan kekerasan?

Krn dg mindfulness org bs mengendalikan perilaku. Sebab pikiran selalu siap jeda dulu sblm bertindak. Ini inti pentingnya. Jd ga reaktif, ga gampang ngambek. Emosional, baper.

##

Ternyata agak sulit mencari padanan istilah mindfulness dalam khasanah Islam sampai akhirnya saya menemukan tulisan “Mindfulness in Islam” karya Kaushar — Tai. Mindfulness juga terkesan seolah hanya dengan meditasi, yang dianggap ibadah dalam tradisi budha sehingga menjadi sungkan untuk melakukannya.

Melakukan oleh nafas dalam meditasi supaya mindful, juga tidak mudah. Banyak orang yang tidak dapat fokus dan sangat terganggu dengan berbagai stimulus . Stimulus itu bahkan berasal dari dirinya sendiri seperti “monyet” yang ribut dalam isi kepalanya, macam-macam perasaan membentuk pelangi di hati yang terombang ambing. Pemecah konsentrasi juga berasal dari semua yang terserap oleh organ sensoriknya, terutama pendengaran, imaginasi visual, perabaan dan taktil. Suara alunan musik malah memecah konsentrasinya, posisi duduk membuat tak nyaman, bahkan rasa gatal atau pegal.

Mindfulness sebenarnya tidak harus duduk meditasi, ia dapat dilakukan dalam gaya yang lebih nge-hits, seperti walking mindfulness, eating mindfulness, dsb.

Dalam proses meditasi kita melakukan proses pengawasan terhadap lintasan pikiran, perasaan dan semua hal yang membuat tidak fokus. Mindfulness membutuhkan latihan untuk fokus yang bertahap, membangun kesadaran diri, koneksi dengan tubuh, pikiran dan perasaan hingga membuat jarak antara aku dan pikiranku atau aku dengan penderitaanku, membuat jeda untuk mempertimbangkan sehingga melihat sudut positif dan berdamai dengan hal tersebut.

Dalam Islamic Mindfulness terdapat komponen tafakur. Tafakur adalah merenungkan apa yang telah kita pelajari, sehingga ditemukan manfaat dari ilmu tersebut, juga makna serta hikmahnya. Tafakur adalah proses berpikir, seperti kata temen diskusi saya, tentu tidak perlu dengan duduk simpuh meditatif secara kaku.

Tujuan dari proses merenung ini adalah membuat pertimbangan, memberi jeda pada pikiran yang muncul atau mengevaluasi semua data, ilmu atau pengetahuan yang diperoleh. Dengan tafakur, seseorang dapat memilih dan memilah. Bertafakur melatih pikiran dalam keadaan mindful. Tafakur mengaktifkan fungsi reasoning yang terdiri dari akal sehat dan pertimbangan tentang kebermanfaatan, baik buruk atau benar dan salah.

Bertafakur membuka sudut pandang yang lebih luas dan karenanya kita tidak picik atau merasa paling benar dalam suatu pendapat. Orang yang sering bertafakur, akan selalu mendapatkan kesempatan menemukan hal-hal baru, ia mungkin menemukan kebijaksaaan ilmu dan hikmah yang lebih detil atau mendalam. Orang yang bertafakur akan menjadi mindful.

Pada prinsipnya, orang yang mindful, mampu mengontrol prilakunya, ia mampu menyadari pikiran mana yang perlu direspon mana yang perlu diabaikan. Memiliki pemahaman dan sudut pandang yang luas untuk bertindak secara tepat. Orang yang terbiasa tafakur adalah orang yang mindful, ia akan semakin hati-hati dalam bersikap, ia akan mawas diri baik dalam berpikir maupun dalam bertindak, sehingga perilakunya terjaga. Orang mindful tentu saja tidak akan mudah terpancing melakukan kekerasan.

Bagaimana jika mindfulness diajarkan sejak dini? Saya sepakat dengan Dalai Lama, bisa jadi kita menyelamatkan satu generasi tanpa bullying, tanpa tawuran, tanpa perilaku kekerasan. Barangkali kita bisa menyelamatkan dunia tanpa intimidasi ataupun perang.

Bandung, 2 Oktober 2021

--

--

Iip Fariha
Iip Fariha

Written by Iip Fariha

Psikoterapis, marital konselor, praktisi psikodrama

No responses yet