Cetak Emosi dalam Tubuh Kita
#seribelajaremosi
Menggambar ekspresi emosi dalam bentuk detil yang tercetak pada muka ternyata tidak mudah. Sebenarnya detil itu sudah tercetak dalam diri, tetapi sangat jarang disadari. Ini suatu tantangan tersendiri yang luar biasa untuk menggambarnya bagi yang tidak memiliki keahlian secara teknis atau kurang kepekaan dalam visual persepsi. Padahal gambar memiliki banyak sekali manfaat, antara lain melatih kepekaan, empati, juga mengaktifkan kedua belahan otak secara seimbang.
##
Menurut penelitian Tomkins yang saya kutip dari bukunya Lisa Feldman Barrett, How Emotions Are Made: The Secret Life of the Brain (e-book ), para ilmuwan menyimpulkan bahwa pengenalan emosi itu universal, jadi kita sesungguhnya dapat mengenali ekspresi emosi secara universal. Emosi dalam pandangan ini terkait dengan bentukan pola yang terstruktur di otak manusia yang sangat erat dengan pola genetik dan proses neurologis serta respons faal tubuh. Emosi dalam hal ini adalah reaksi faali dan proses yang berlangsung secara personal.
Dari penelitian ini, para ilmuwan menyimpulkan bahwa pengenalan emosi itu universal: di mana pun Anda lahir atau besar, Anda dapat mengenali ekspresi wajah gaya Amerika seperti yang ada di foto. Satu-satunya cara ekspresi dapat dikenali secara universal, menurut alasannya, adalah jika ekspresi tersebut diproduksi secara universal: dengan demikian, ekspresi wajah harus dapat diandalkan, ekspresi emosi menjadi sidik jari diagnostik emosi.
Seperti ketika merasa sedih, seseorang akan mengerutkan kelopak mata dan menarik bibirnya. Sedangkan saat senang, alisnya lebih terangkat dengan mata terbuka lebar dan mulus serta rahang rileks. Studi ini berhasil menunjukkan bahwa ekspresi wajah dari kebahagiaan, kesedihan, marah, takut, terkejut, muak dan tertarik bersifat universal pada kebudayaan.
Bahasa tubuh melalui gerak dan ekspresi emosi banyak dibahas dalam penelitian lainnya yang terpublikasi melalui jurnal Psikologi sampai buku-buku populer. Intinya emosi merupakan hasil manifestasi dari keadaan fisiologis dan kognitif manusia, selain merupakan cermin dari pengaruh kultur budaya dan sistem sosial (Barrett & Fossum, 2001), sedangkan ekspresinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan proses belajar.
Ekspresi mikro emosi
Emosi dapat dikenali melalui gerak level mikro seperti kerutan kecil di ujung bibir, cuping hidung membesar, kedipan mata sampai gerak motorik kasar yang lebih luas dalam bentuk gerak tangan melipat, mengayun dan posisi kaki meregang atau melemas.
Ekspresi khas dipelajari dalam relasi awal dengan orang terdekat, modeling dengan figur pengasuh dan tentu saja pengalaman hidup. Karena itu kita akan mengenal berbagai responss emosi yang umum pada manusia sekaligus dengan ekspresi tertentu yang khas pada budaya, jenis kelamin, keluarga dan ekspresi personal seseorang.
Untuk mengenali dan menafsirkan secara akurat, berbagai warna emosi seperti emosi senang, sedih, kecewa, takut, marah, dan lain-lain, perlu melihat keseluruhan gerak tubuh orang selain ekspresi mikro yang tampil dari pupil mata, alis, tarikan garis disekitar kelopak mata, bibir dan cuping hidung serta rahang.
Sebelumnya saya mencoba memotret diri/selfi dan mengenali garis muka yang khas pada ekspresi emosi dan kemudian menggambarkannya. Mengamati Potret diri ternyata tidak mudah. Ketidakpahaman terhadap detil pada garis muka juga membuat gambar menjadi kurang akurat. Terlepas dari kemampuan secara teknis dalam menggambar, mengenal emosi dengan menggambar lebih terkait dengan seberapa mampu menyadari respon emosi itu ada didalam diri. Tujuannya memang bukan untuk menggambar bagus, tetapi menumbuhkan kesadaran diri akan ekspresi emosi dan kehadirannya secara biofisiologis sesuai dengan persepsi yang muncul mengenai warna emosi itu.
Emosi merupakan respons biologis terhadap situasi lingkungan yang menjadi cara kita berespon terhadap lingkungan. Termasuk melakukan strategi perlawanan pada situasi buruk dan membahayakan. Maka emosi dapat terukur pada dimensi faali dan neurologis juga Seperti ketika kita takut, denyut jantung akan lebih cepat bersamaan dengan pupil mata menciut. Denyut jantung yang dipercepat ini berbeda saat merasa senang, atau bahagia. Saat senang, kelenjar di otak kita melepaskan hormon dopamin bukan oksitosin seperti saat ketakutan atau stres. Saat senang alis justru terangkat, mata membesar dan bahkan mulut terbuka lebar sehingga akurasi pengukuran emosi dapat dipastikan dengan pengukuran faal tubuh, seperti detak jantung, produksi keringat dan kandungan hormonal tubuh.
Ekspresi emosi juga bersifat variatif, misalnya saat takut, Anda mungkin menggerakkan wajah Anda dengan berbagai cara. Orang lain akan langsung menutup mata atau menutupinya dengan tangan, tetapi bisa juga hanya menyipitkan mata dan melihat situasi di lingkungan dengan penuh ekspresi waspada, sedang yang lain berteriak dan lari menjauhi objek yang menakutkan tersebut.
Mengenali gambar emosi atau menggambarkannya sendiri terkait dengan seberapa mampu kita merasakan emosi tersebut secara akurat persis seperti apa yang kita persepsikan dalam gambar tersebut. Kepekaan emosi akan menghindarkan kita dari hambatan emosi atau ekspresi palsu saat pengalihan emosi terjadi.
Hambatan Emosional
Emotional inhibition atau hambatan emosi berbeda dengan minimnya ekspresi emosi. Emosi yang terhambat mengacu pada upaya paksa atau bentukan situasi yang memaksa seseorang untuk menahan diri, menolak atau mengalihkan perasaan yang sesungguhnya karena alasan-alasan tertentu. Tidak mudah menerima hal negatif yang ada dalam diri kita, karena itu seringkali kita lebih suka menyembunyikannya dan mengalihkannya dengan paksa. Sesungguhnya itu terjadi secara otomatis saat secara psikis kita merasa terancam, mungkin terancam oleh sistem keyakinan yang membelenggu, oleh norma sosial yang memberikan batasan tak masuk akal atau oleh pengalaman personal yang menggoreskan luka batin.
Orang yang terhambat secara emosional mungkin akan gagal memahami dan merasakan respons ketubuhan yang spesifik, juga tidak akurat dalam memahami emosi dalam dirinya. Disinilah pentingnya melatih kesadaran gerak tubuh dan ekspresi emosi yang koheren dengan perasaan yang muncul saat itu.
Ekspresi Palsu
Terkadang, situasi tertentu memang tidak memungkinkan untuk mengekspresikan emosi dengan lugas, karena alasan budaya ataupun kendali kognitif yang memberikan pemaknaan yang lebih logis dan rasional dalam bertindak.
Respons Emosi merupakan hasil pengolahan proses persepsi dan kognisi. Sebagian orang mungkin menyadari bahwa persoalan yang dihadapinya tidaklah terlalu buruk dan dapat dikendalikan dengan menjaga kondisi emosionalitasnya dengan baik. Hal ini berbeda dengan pengalihan, penolakan atau berpura-pura tidak merasakan emosi yang mengganggu dan kemudian menunjukkan ekspresi lain yang lebih bisa diterima lingkungan.
Hambatan emosi seringkali menjadi awal dari problem lain dalam relasi dan cara seseorang menghadapi masalah. Penolakan terhadap kondisi emosi pribadi, sama dengan mengabaikan sinyal-sinyal psikis yang lalu menjadi tidak sinkron dengan reaksi fisiologis tubuh dan tindakan menjadi tidak adaptif. Seperti tersenyum kecut atau mengatakan bahwa ia tidak marah tetapi dengan mata yang mendelik. Selalu ada ketidaksinkronan dalam ekspresi emosi yang tertahan tetapi harus mengekspresikan emosi yang dapat diterima oleh lingkungan. Ada baiknya mengenal-mekanisme-pertahanan-diri-dan-bahasa-emosi- sehingga kita semakin menyadari proses internal di dalam diri sendiri.
Eksperimen Potret dan Gambar Emosi
Cobalah bereksperimen dengan mengenali emosi dalam diri secara lebih akurat. Hal ini banyak dilakukan dalam aktifitas teater. Tetapi kita dapat melakukan sendiri dengan melakukan selfie dengan ekspresi emosi yang beragam. Saat marah, sedih, takut, kecewa, dan sebagainya. “Apakah Anda mengenali ekspresi diri itu saat merespon situasi secara spontan?” Kita lebih sering menata ekspresi emosi yang positif saat selfie, terlebih bila foto itu akan dibagikan ke medsos.
Bila Anda siap, mungkin Anda tertarik menggambar ulang, seperti yang saya lakukan.
Untuk emosi yang lebih kompleks, akan semakin banyak tanda-tanda emosi yang diperlihatkan oleh muka dan gerak gesture kita.
“Bila kita menghadapi dilema di lingkungan, misalnya saat marah, namun tidak pantas dilakukan karena ada orang lain yang disegani, atau ingin menangis tetapi merasa malu. Seperti apa kira-kira ekspresi wajah kita sebenarnya, dan apakah orang lain dapat membaca apa yang sebenarnya kita rasakan?”
“Seperti apa mimik muka anda saat Anda mengatakan,”saya baik-baik saja” tetapi tangan Anda terkepal dan gemetar?”
Mari mengenali emosi lebih baik .
Bandung, 16 Desember 2020