Lima Kesempatan
#jurnaling
Kawan-kawan yang kuliah di tahun sembilan puluhan seperti saya, sangat mungkin mengenal grup musik Raihan. Memutar kembali senandung grup nasyid dari Malaysia, Raihan memicu ingatan saya saat memimpin salah satu kegiatan akbar pameran khasanah islam, bazar buku dan pemutaran film-film islami. Sebenarnya saya tentu saja hanya mengarahkan tim panitia Ramadhan di masjid Unpad, yang luar biasa berdedikasi terhadap gagasan yang menurut saya agak halu, dalam istilah jaman now. Aula besar yang biasanya digunakan untuk kegiatan seluruh program ramadan artinya ada beberapa unit kegiatan, malah kita sulap menjadi arena pameran dan bazar untuk kita sendiri selama satu minggu penuh. Biasanya kegiatan bazar hanya beberapa hari, namun kita ingin mengundang penerbit besar dan menyajikan buku-buku islami, kedutaan negara islam untuk memamerkan benda-benda yang berkorelasi dengan syiar islam serta karya-karya budaya islami, termasuk kaligrafi, film dan musik. Saya rasa acara itu sukses dan sangat berkesan di hati saya hingga hari ini.
Sepertinya saya akan masih terus menyimpan kenangan ini dan berterima kasih pada kawan-kawan yang terlibat, entah dimanapun mereka kini berkiprah dan berada. Beberapa malah saya lupa namanya dan beberapa lagi malah saya hanya sesaat berinteraksi, karena mereka semua adalah relawan yang bahkan tidak semuanya bertemu langsung. Saya seringkali hanya sempat berkeliling dan menengok setiap pos dan berkoordinasi dengan para koordinatornya. “Pekerjaan berat namun menyenangkan”
Kegiatan yang melelahkan fisik namun sebenarnya terasa jelas ringan, banyak diantara mereka adalah para militan aktivis masjid dari berbagai fakultas. Hati saya juga terasa ringan, telinga saya disejukkan dengan suara merdu penyayi grup Raihan yang distel bergantian dengan nasyid dari grup lain yang sedang booming kala itu. Ramadhan tahun 1991, masjid Unpad kala itu merupakan tempat dimana saya selalu ingin melepas lelah, beristirahat setelah perjalanan pulang kuliah, atau shelter bagi hati saat gundah.
Ada yang bertanya pada saya,”mengapa kita sering lupa dengan pengalaman masa lalu?” Kita mengingat apa yang kita mau dan melupakan hal-hal yang menyakitkan, menutupinya dan menyembunyikannya di lapisan bawah ketidaksadaran kita. Terkadang sebaliknya, kita terus menerus terobsesi dengan pengalaman buruk, seolah hanya itu yang tersisa dalam kehidupan kita. Lalu lebih sering mengabaikan pengalaman masa-masa indah lainnya. “Anda mau memilih yang mana, dan seberapa berani Anda menghadapi kenyataan yang sebenarnya?” inhale-exhale, riiiileeeeks.
Next..
Baik atau buruk hanyalah persepsi dan walaupun demikian adanya, semua itu sudah berlalu. Kita bisa saja mengingatnya bila hal ini perlu diselesaikan dan lalu melepaskannya, kemudian menemukan hikmah agar menjadi pelajaran bagi kehidupan kita saat ini. Belajar dari sejarah itu maknanya bila kita tahu apa poin penting yang dapat kita gunakan hari ini untuk menghadapi hari esok agar kita menjadi terus lebih baik dengan perasaan lapang terhadap apa yang telah terjadi.
Salah satu lagu yang dinyanyikan Raihan berjudul “Demi Masa”. Lagu ini mengingatkan kita pada surat Al Asr ketika Allah bersumpah dengan waktu. Betapa waktu adalah misteri, seberapa banyak yang kita miliki, seberapa produktif, seberapa manfaat dan baik bagi hidup kita. Waktu adalah kesempatan yang diberikan Allah pada kita. Tiga puluh tahun lebih berlalu, waktu seakan berputar ulang, dan lagu ini saya dengarkan kembali. Pesannya masih tetap sama, saya pun masih tetap merenungkan waktu yang berlalu dengan cepat ini.
Lirik-lirik lagu Raihan memang berisi tentang nasehat, termasuk lagu ini mengingatkan kita sebagai manusia yang umumnya akan merugi kecuali orang yang beriman dan beramal shaleh. Orang yang beriman akan mengerti bahwa ia akan kembali pada Sang Pencipta. Kita akan ditanya tentang kehidupan kita, bagaimana kita mengisinya, bagaimana kita menjalaninya, bagaimana kita menyelesaikan tugas dan misi kita sebagai hambanNya. Adakah kita lupa pada pengabdian dan janji primordial kita di jaman azali saat kita belum diturunkan ke muka bumi. “Ah jangan bilang lupa, kita sebenarnya tak kan melupakan ingatan yang telah tertanam dalam setiap sel yang ada dalam tubuh kita. Apakah kita akan mengisi hidup- waktu -kita dengan amal shaleh?”
Tubuh ini menjadi kendaraan kita beramal, ia telah menyerap semua ingatan tentang hidup kita, baik sadar ataupun tidak. Tubuh fisik kita adalah kendaraan bagi ruh yang menjadikan kita hidup. Ia juga menyimpan pikiran dan perasaan yang mekanismenya dapat dijelaskan dengan ilmu neurosain yang semakin canggih. Dalam pikiran kita, tersimpan kenangan tentang perjalanan hidup kita. Suka cita, sedih bahagia, penderitaan, kepahitan yang menempa kita hingga hari ini. Semua pikiran dan emosi juga berbaur dalam perilaku yang kita pilih, cara kita berespon pada lingkungan, bagaimana kita memberikan tanggapan dan menyadari kehadiran kita saat ini. Masa lalu yang mungkin ditakutkan, disesali atau dirindukan, ataupun masa depan yang membuat hati gamang atau penuh harapan. Entah itu semua positif atau negatif sebagai bentuk optimisme, atau imaginasi, tentang perencanaan atau sekedar keinginan halu yang tidak masuk akal. Entah apapun itu isinya sebagaimana adanya kita jalani sesuai dengan konteks sosial dan lingkungan budaya dimana kita berada kini, juga mungkin tentang nilai-nilai yang kita anut dan kita yakini.
Tiba-tiba saja saya ingin memutar ulang lagu ini lagi. Kemarin pagi, yaitu saat mengajak kawan-kawan belajar mendalami satu teknik menjurnal. Menjurnal pikiran adalah media kita mengawasi kehidupan yang terjadi dalam diri kita, yang terwakili oleh utamanya pikiran-pikiran dan perasaan yang berkelindan menjadi satu dengan respon ketubuhan dan perilaku kita yang sering otomatis karena kita lalai mengaktifkan kemampuan berpikir kritis kita. “bukankah salah satu pesan Allah dalam al Quran adalah mengawasi gerak diri- apa yang melintas dalam pikiran, apa yang mencuat merasuk dalam hati, bagaimana indra dan tubuh kita digerakkan dan bagaimana kita berperilaku menjadi sebuah amal perbuatan.
“Hai orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok ( akherat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” ( 59;18)
“Hisablah dirimu, sebelum Allah menghisabmu kelak di akherat”, demikian kata-kata Umar bin Khattab yang selalu melakukan muhasabah setiap malam sebelum tidur. Beliau menangis untuk setiap kesalahan yang diperbuatnya hari itu dan memohon kepada Allah agar Allah selalu membimbingnya bila esok masih ada kesempatan.
Nasyid dari grup Raihan mengingatkan kita untuk menggunakan kesempatan hidup ini dengan lagunya “Demi Masa”. Semoga catatan ini membuat kita semangat untuk terus berkarya dan berbagi sebelum menyesal dengan memanfaatkan 5 perkara sebelum 5 perkara.
1. Sehat sebelum sakit
2. Muda sebelum tua
3. Kaya sebelum miskin
4. Lapang sebelum sempit
5. Hidup sebelum mati
Nah, sebenarnya kawan-kawan bisa buka lagi tulisan lama saya tentang wawasan Jurnaling , bagaimana kita belajar MENGAWASI DIRI dan Melatih Monyet dalam Pikiran Kita.
Menjurnal sendiri bertujuan untuk mengelola apa yang terjadi dalam “kepala” kita, mengawasinya dengan pengetahuan, pemahaman berdasarkan potensi berpikir kritis. Secara sadar kita juga berlatih untuk fokus pada satu isu dan momen yang relevan lalu menemukan sisi positif atau solusi dari suatu persoalan. Membuat pikiran kita dapat disusun secara terstruktur dan tertib, nggak mumet, jlimet, nggak “puusiiiiiiing”, kata Emak Pegi Melati.
Manfaat psikologis melalui menjurnal membuat kita dapat terbebas dari rasa cemas, karena semua terang benderang, kita melihat segala sesuatu dengan jernih. Tentu saja ini juga menjadi salah satu teknik, selain teknik lain, dalam proses healing. Dan barangkali kita juga perlu memiliki sikap belas kasihan pada diri sendiri untuk melewati prosesnya. “Menjurnal itu berat kawan, biar aku aja yang kerjain, kamu nggak usah!” Ups..
Hal teknis dapat kita pelajari, kebersamaan untuk belajar dalam kelompok atau komunitas dimaksudkan agar kita dapat saling mendukung dan memberi motivasi. Kelompok membuat kita lebih kuat, kita perlu menjaga dengan itikad untuk bersikap baik pada diri sendiri, sehingga kita juga mudah untuk toleransi terhadap kekurangan dan proses orang lain. Kita semua sedang berada dalam sebuah perjalanan waktu yang membawa kita pada masa depan yang sesungguhnya tak pasti. Tapi baiklah, “bye bye overthinking”, mari kita lakukan saja apa yang bisa kita kerjakan saat ini. Menjalani hidup secara baik, menyenangkan, penuh rasa syukur dan bahagia, “kenapa tidak?”
Mungkin itu terlalu mudah dikatakan dan terlalu banyak tip yang dapat kita kutip dari tayangan yutube atau nasehat orang lain. Tidak apa-apa, memang pikiran kita sering sibuk merespon stimulus yang luar biasa beragam dari dunia yang sibuk dan cepat. Memikirkan apa yang ada dalam pikiran kita sendiri tentang banyak hal yang muncul dalam pikiran. “Halah..
Mari kita perlambat, agar dapat melihat lebih dekat, agar dapat lebih jelas mendengar suara dari diri kita sendiri dan berbelas kasih atas kepenatan yang terjadi dalam hidup kita. Kita memerlukan shelter untuk sejenak diam dan merenungkannya.
Agar kita tak merugi, mari niatkan ini semua sebagai perjalanan diri memperbaiki hati dan mendidik diri untuk kembali suci sebelum waktu kita berhenti. Muhasabah diri, menggunakan lima kesempatan selagi ada dalam genggaman kita hari ini.
Bandung, 24 Januari 2022