Internet, Adiksi dan Gadget

Iip Fariha
5 min readDec 6, 2021

--

Jika adiksi pada internet dan gadget didefinisikan sebagai kebergantunggan dan overtime penggunaan gadget, siapa sih hari gini yang tak bisa lepas dari gadget?

Photo by Domenico Loia on Unsplash

Saya ingat pertama kalinya masyarakat dunia dilanda euforia menyambut gadget. Itu awal saya menjadi mahasiswa S1, 31 tahun yang lalu. Gadget atau gawai adalah kata pengganti bahasa indonesia untuk handphone, juga sering kita terjemahkan sebagai telepon seluler. Pada mulanya orang yang menenteng telepon seluler tampak lebih kaya, keren, cerdas dan juga dianggap paling bergaul. Wajar saja karena pada awal tahun 90 an benda itu masih sangat langka dan mahal. Lalu sebagian besar lebih diperlukan untuk kaum profesional dan tentu mampu membayar pulsanya yang masih tergolong boros. Namun kini gawai dan atau gadget tidak hanya sekedar telepon, harganyapun semakin beragam dengan pilihan merk, fitur dan tingkat kecanggihannya yang menentukan manfaat serta harga di pasaran.

Waktu terasa bergerak cepat, salah satu momen yang paling saya ingat kemudian adalah saat seorang pemimpin negara tersorot menggunakan gawai. Saat itu industri gadget memperkenalkan jenis gadget dengan fungsi yang berbeda. Narasi visual mengisahkan sang pemimpin negara sedang asyik bermain game dengan gawai tercanggih tahun itu. Sejak saat itulah kita mulai mengenal salah satu fungsi gawai sebagai alat untuk bermain game. Tidak lama setelah itu, sebagian para pendidik mulai berteriak, karena gawai menggantikan fungsi pertemanan dan pengasuhan pada anak usia dini. anak-anak usia TK sampai SMA asyik bermain game dan lalu muncul isu adiksi gadget yang dimaksud adalah adiksi game dengan menggunakan gadget atau internet.

Pengertian adiksi game memang hanya sebagian dari adiksi internet. Bila kita sebut adiksi gadget termasuk didalamnya adiksi game di internet. Namun game yang ada saat ini sangat beragam dari mulai permainan edukasi hingga judi seperti dapat Anda baca pada Play & Player . Wajarlah bila dalam panduan diagnostik gangguan psikologis- DSM V, hal ini juga diberi catatan karena membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan kriteria yang lebih jelas.

Dulu mungkin acuannya adalah jumlah jam penggunaan gadget disertai perubahan cara berpikir dan perilaku termasuk kehilangan kendali diri dalam penggunaan gadget untuk bermain game. Hal ini terkait dengan tingkat toleransi dan kecenderungan penarikan diri seperti pada adiksi obat-obatan. Yang lebih mengerikan dari kondisi adiksi penggunaan internet adalah munculnya fenomena cibersex. Ketika iklan-iklan berkencan begitu mudah diperoleh dan menyasar siapa saja dan terbuka sebagai iklan yang sangat wajar. Bagi orang-orang tertentu yang kesulitan dalam beradaptasi dan mengendalikan diri, akan sangat mudah untuk terjebak dalam adiksi internet termasuk dalam pola pemenuhan kebutuhan cinta dan afeksi mereka. Internet juga digunakan untuk tindak kejahatan sehingga kita mengenal UU pengelolaan teknologi dan etika dalam menggunakan media online.

Manusia dan teknologi bergerak cepat, perusahaan gawai tumbuh seperti jamur di pagi hari. Pada saat itu, persaingan bisnis melalui merk dan kecanggihan gawai bahkan menentukan seberapa elit seseorang dalam masyarakat. Gawai menjadi simbol status dan media pencitraan diri bersama budaya selfie dan pergerakan arus relasi sosial dari obral obrol di warung menjadi senyum menatap layar ruang sosial virtual. Secara paralel kelahiran Fesbuk membuka para kreator menciptakan ruang-ruang sosial baru yang semakin beragam dan menarik. Untuk menyebutkan saja sebagian yang saat ini masih bertahan adalah seperti Ig, tweeter, tiktok, pinterest, linked In dan medium.

Entah mana yang lebih dulu, perkembangan media sosialnya atau kecanggihan gawainya. Yang jelas semakin canggih gawai, membuka peluang untuk mendapatkan akses pada aplikasi media sosial tertentu. Media sosial sendiri semakin terpolarisasi pada kepentingan dan bidang garapannya. Foto, dokumen, suara dan musik, event, jejaring sosial, desain dan kreatifitas seni, bisnis marketing, olah raga, game dan lain-lain.

Media sosial adalah laman atau aplikasi yang memungkinkan pengguna dapat membuat dan berbagi isi atau terlibat dalam jaringan sosial (KBBI). Blog, jejaring sosial, Wikipedia adalah salah satu media sosial yang umum digunakan.

Wilayah mana yang publik dan mana yang private semakin sempit. Sikap personal dapat menjadi pendapat publik dan pilihan masyarakat saat arus informasi secara acak tertangkap media. Apa yang disepakati dapat diciptakan dengan mesin. Efek eksponensial dari sebuah tindakan memencet tombol like, share & subcribe mengubah tatanan sikap dan pandangan masyarakat. Sebuah pendapat yang viral dapat mempengaruhi citri diri seseorang, mulai dari kebahagian pasangan suami istri bahkan arah kampanye politik serta perolehan suara legislatif sampai kemenangan seorang presiden.

Pada kenyataannya, inovasi teknologi berjalan terus menerus dan semakin cepat, kecanggihan gawai semakin sulit dikejar. Baru saja lewat sehari kita membeli gawai terbaru, sudah muncul tampilan iklan gawai generasi berikutnya. Gawai juga bukan lagi barang mewah, kini kita biasa menemukan seorang pengemis dan pengangguran menyelipkan gawai di sakunya yang lusuh.

Perang dagang, kreativitas, teknologi, politik berkelindan dalam konflik struktural ke atas maupun ke samping. Konflik pada level negara, kelompok masyarakat kapitalis tertentu, juga menyangkut isu-isu kehidupan bermasyarakat seperti budaya, bahasa, psikologis, tak terkecuali isu-isu pendidikan, moralitas sekaligus kejahatan dan keadilan di ruang publik. Dua sisi dunia, terang-gelap, benar-salah, baik-buruk berada dalam satu halaman terbuka di dunia virtual yang sulit kita pisahkan lagi. Kita tidak dapat mundur kembali ke belakang. Bagaimanapun gawai sejak mulanya hanyalah sebuah alat, sebuat teknologi. Namun saat manusia menciptakannya sampai batas tertentu, teknologi berbalik peran menjadikan manusia dikendalikan oleh teknologi itu sendiri.

Kondisi pandemi ini sekali lagi memaksa kita untuk terus menerus setidaknya bergantung pada penggunaan gadget bagi hampir semua urusan. Sebagian manfaat positif gadget tidak akan kita tolak dan memang memberikan angin segar bagi terbatasnya mobilitas kita selama hampir dua tahun ini. Akses untuk pendidikan, bisnis, pengobatan serta komunikasi virtual cukup menjanjikan dan akan menjadi pola seterusnya dalam kehidupan anak-anak muda. Namun sekali lagi, teknologi adalah alat, sampai batas mana kehidupan kita akan dibentuk oleh teknologi dan kehilangan kendali diri kita untuk memilih.

Saya khawatir apa yang sebelumnya kita anggap kecanduan kelak dianggap sebagai kewajaran atau kebutuhan. Apa yang kita sebut sulit mengendalikan diri pada mulanya lalu menjadi aturan baru untuk bergantung pada sistem yang memang diciptakan untuk membuat manusia sekedar menjadi operator dari sistem teknologi robotik yang dirancang oleh kita sendiri. Ketika semuanya diciptakan sebagai sistem otomatis, pada batas tertentu kita menjadi bergantung pada sistem ini pula.

Kita tak bisa lagi tak terhubung dengan teknologi, kebutuhan koneksi internet dan penggunaan gadget. Status manusia dan kebutuhan untuk menjadi makhluk sosial hanya berpindah ruang dan waktu yang memang relatif sejak awal. Walau gadget terkesan menciptakan isolasi bagi manusia, namun gadget pula yang kita bisa mengembalikan keterhubungan dan kebutuhan untuk saling bersama dan menjadi masyarakat.

Kecerdasan memang bukan segalanya, mungkin bahkan ketika gawai bisa jadi lebih cerdas dari penggunanya, kita dapat tetap menjadi manusia tatkala keputusan siapa mengendalikan siapa berada pada genggaman tangan kita sendiri.

Bandung, 5 Desember 2021

--

--

Iip Fariha
Iip Fariha

Written by Iip Fariha

Psikoterapis, marital konselor, praktisi psikodrama

No responses yet