Photo by PAUL SMITH on Unsplash

Transferensi, Tele dan Encounter

Iip Fariha

--

#sericatatanpsikolog #belajarjadikonselor

Istilah transferensi dikenal dalam psikoanalisa Sigmund Freud. Pertama kali gejala transference ditemukan Freud pada pekerjaan klinisnya di mana konselinya memiliki perasaan dan fantasi yang kuat terhadap terapisnya yang sebenarnya tidak berbasis realitas. Ada satu pengertian yang dapat mewakili apa maksud dari transferensi atau ‘pemindahan’. Dalam pengertian yang luas menurut Brammer dan Shostromm (1982) menunjukkan penyataan perasaan-perasaan klien terhadap konselor, apakah berupa reaksi rasional kepada kepribadian konselor atau proyeksi yang tidak sadar dari sikap-sikap dan stereotipe sebelumnya.

Transferensi terjadi karena konselor mampu memahami klien lebih dari klien memahami diri mereka sendiri dan dikarenakan konselor mampu bersifat ramah dan secara emosional bersifat hangat. Transferensi dapat bersifat positif (proyeksi perasaan bersifat kasih sayang, cinta, ketergantungan) atau bersifat negatif (proyeksi rasa pemusuhan dan penyerangan).

Transferensi membantu hubungan dengan memberikan kesempatan kepada klien untuk mengekspresikan perasaan yang menyimpang, mempromosikan atau meningkatkan rasa percaya diri klien, membuat klien menjadi sadar tentang pentingnya dan asal dari perasaan ini pada kehidupan mereka di masa sekarang melalui intepretasi perasaan tersebut.

Sebagai konselor, kita sering menemukan dan merasakan proses transferensi baik positif atau negative. Karena proses ini seringkali tidak begitu disadari dan bahkan memang tidak disadari, maka terkadang konselor mengalami kesulitan untuk menjaga jarak dengan klien, setelah kasus selesai atau ketika harus melakukan pemutusan hubungan dalam proses konseling. Transferensi positif yang positif misalnya rasa cinta lalu menjadi terus terjalin antara konselor dan konseli. Bila hal itu terjadi karena mengekspresikan cinta lawan jenis, maka konseli dan konselor dapat terjebak dalam hubungan percintaan. Sebaliknya bila transferensi bersifat negative, dimana konselor sempat memproyeksikan kebencian pada ibu yang tergantikan pada konselor, maka proses konseling dapat mengalami kebuntuan, bahkan berubah menjadi kebencian yang sesungguhnya pada konselor tersebut.

Keterampilan mengelola transferensi mutlak diperlukan oleh seorang konselor professional, sehingga ia dapat menjaga kemandirian dan keutuhan dirinya dan klien sebagai pribadi yang terpisah dan merdeka.

“Mari kita tengok tentang tele pada teknik psikodrama”.

TELE

Tele adalah istilah Moreno untuk apa yang secara beragam dapat disebut “hubungan baik” dalam arti luasnya, atau secara umum dapat disebut sebagai daya tarik dan daya tolak yang saling berbalas.

Tele, berasal dari Bahasa Yunani, yang berarti “jarak”. “Sama seperti kita menggunakan kata-kata … telepon, televisi, dll., Untuk mengekspresikan aksi dari kejauhan, sehingga untuk mengekspresikan unit perasaan paling sederhana yang ditransmisikan dari satu individu ke individu lain kita menggunakan istilah tele …” (Moreno 1934 : 159; 1953: 314).

Kita sering khawatir bila menunjukkan secara terbuka, bahwa kita misalnya menyukai seseorang atau sebaliknya membenci orang tersebut. Namun fenomena tele justru terjadi dimana-mana dan lebih jelas terlihat. Misalnya ketika kita lebih cenderung memilih A sebagai teman dan menolak bergabung dalam suatu grup tertentu meskipun kita tidak dapat menjelaskan alasannya.

Dalam psikodrama, fenomena tele dapat ditunjukkan bahkan dapat diukur antara lain dengan teknik hand on shoulder. Seseorang secara spontan merasa tertarik atau “cocok” dengan orang yang sebetulnya baru di kenalnya saat itu. Atau bahkan seseorang merasa tidak nyaman dan mengalami “getaran negatif” dengan seseorang dan mengingatkan orang tersebut pada figure atau role yang mengecewakannya. Meskipun tidak dapat dijelaskan, namun fenomena ini dirasakan dan dapat kita ukur secara objektif.

Nilai konsep tele (Adam Blatner, 1994, internet) dapat digunakan oleh terapis dan psikodramatis dalam pekerjaannya dan kehidupan sehari-hari mereka sendiri untuk:
(1) Menjadi lebih sadar secara eksplisit akan interaksi antarpribadi,
(2) Memperhatikan kecenderungan untuk menghindari kesadaran ini,
(3) Mendiskusikan asal-usul penghindaran semacam itu dalam hal latar belakang keluarga dan budaya,
(4) Mendiskusikan perasaan malu, kerentanan, dan kepedulian terkait untuk membangkitkan perasaan seperti itu pada orang lain,
(5) Mengeksplorasi alasan yang mendasari berbagai reaksi telik, dan
(6) Membantu pasien untuk menerapkan gagasan tele dalam mempelajari cara mengatasi semua masalah ini dalam kelompok dan situasi mereka sendiri.

Saya pernah mengalami suatu tele negative dengan seseorang dalam suatu grup psikodrama. Ketika diminta untuk memilih seorang yang dapat memerankan seseorang yang dapat menggantikan peran dan figure yang saya maafkan, saya memilih dia. Ketika saya di minta menjelaskannya, saya baru menyadari bahwa ada kualitas kepribadian dan karakter pada orang tersebut yang mirip dengan orang yang ingin saya maafkan, seketika saya menyadari hal-hal apa saja yang secara objektif mengganggu sisi emosional saya dan saya menjadi lebih mudah memaafkannya. Bahkan saya langsung mendapatkan pemahaman yang mendalam bahwa orang yang tampaknya mengirimkan energi negative itu juga memberikan sisi yang sangat positif pada diri saya, sehingga bukan hanya memahaminya tapi juga merasakannya. Saya dapat lebih menerima dan menemukan cara untuk melihat dari perspektif yang berbeda bagaimana berhubungan dengan orang dengan karakter seperti itu. Fenomena tele sangat nyata dalam praktek psikodrama.

“Ada yang lebih dalam dari sekedar tele, namanya Encounter”.

Encounter

Perjumpaan (Encounter) adalah perpanjangan yang lebih kompleks dari proses sensitivitas telik yang matang. Ini melibatkan kedua belah pihak yang berusaha berempati satu sama lain. Perjumpaan melampaui empati karena ada pembukaan hati yang terkait, tindakan kehendak, latihan imajinasi, dan perluasan perspektif seseorang. Itu membutuhkan kedewasaan dan kepekaan. Remaja yang sedang jatuh cinta memiliki jumlah tele positif yang baik, tingkat empati timbal balik yang sederhana, namun cenderung terbatas pada tingkat di mana mereka dapat benar-benar berperan timbal balik satu sama lain, yang merupakan inti dari perjumpaan sejati.

Encounter, sebuah istilah yang diciptakan oleh Moreno sekitar tahun 1914, mengacu pada suatu proses di mana kedua belah pihak dengan tulus berusaha untuk saling bertemu secara tulus. Kelompok pertemuan, suatu kegiatan pertumbuhan pribadi yang populer di akhir 1960-an dan awal 1970-an, namun kemudian kehilangan daya dorongnya karena gagal mengikuti prinsip-prinsipnya. Beberapa situasi yang membuat gagal, karena misalnya berhenti pada pengungkapan rasa semata, sering kali berdampak pada kemarahan, terlalu sering menimbulkan perasaan yang tidak terselesaikan; pemimpin kelompok yang tidak berpengalaman tidak tahu bagaimana agar mereka yang terlibat dalam konflik menyelesaikan perbedaan mereka melalui pembalikan peran (role reversal).

Mirip pada fenomena transferensi, encounter membawa peluang masalah bila director psikodrama tidak mampu mengelola proses sehingga peran yang dimainkan diserap dan dihayati menjadi bagian dari diri auxiliary Ego atau protagonist. Teknik pembalikan peran melatih orang untuk menghayati proses empati dan melihat dari sisi yang berbeda dari perannya sendiri.

Seringkali misalnya kemarahan terjadi karena subjektivitas atau sikap egosentrik yang parah, sehingga melakukan penghakiman/judgment terhadap pihak lain yang tidak sama atau berbeda. Di sisi lain, dirinyalah yang paling benar dan tidak dapat membuka pada peluang adanya perbedaan.

Ketika seseorang diberi kesempatan memainkan peran orang lain, empatinya berkembang, ia menjadi peka dan mampu melihat perspektif yang lebih luas tentang suatu persoalan. Bahkan biasanya empati yang mendalam ini mampu melahirkan sikap penerimaan dan pemaafan yang tulus. Mampu menerima perbedaan dan lebih toleran terhadap orang lain.

Psikodrama mampu melatih kepekaan emosi, dan empati yang dalam sehingga hati seseorang dapat menjadi lembut dan juga baik.

“semoga walau kita “berjarak secara fisik” kita punya ikatan tele positif.

Lain kali saya akan tulis fenomena ini dari sudut neurosain dalam bentuk gejala koneksi elektromagnetik dan dari sudut psikologi sufistik.

Selamat belajar.

28 Mei 2020

--

--

Iip Fariha
Iip Fariha

Written by Iip Fariha

Psikoterapis, marital konselor, praktisi psikodrama

No responses yet