https://pixabay.com/illustrations/woman-girl-balloon-thought-bubble-1172718/

Tindakanku berdasar apa yang kupikirkan

Iip Fariha

--

Kak, gimana yaa caranya supaya aku tuh ga overthingking gitu, Kak? Soalnya kalau udah overthingking tuh bawaannya suka suuzhon.

Misal sama sahabat sendiri. Belakangan ini dia sikapnya berubah drastis. Tadinya aku mau nanya lagi “sebenernya ada masalah apa?? “ Tapi aku suka kecewa Kak, kalau dia gak ngomong jujur, justru kalau aku salah terus diingetin tuh rasanya bakal lega. Tapi, kalo malah didiemin kayak gini gak enak, ya Kak.

Adikku yang baik hati, istilah overthinking seringkali bukan hanya sekadar memikirkan hal-hal tertentu secara lebay. Kenyataanya sering berlanjut pada perasaan cemas dan khawatir. Juga bisa karena kesulitan mengekspresikan perasaan dan terhambatnya relasi interpersonal. Ini menjelaskan bahwa pikiran dapat memengaruhi emosi dan tindakan kita sehari-hari dalam berhubungan dengan orang lain.

Bukan hanya kamu lho yang sering overthinking, banyak orang yang sudah dewasa sekalipun mengalaminya, dan sulit untuk mengolah atau menyaring apakah yang kita pikirkan itu valid/sah/benar ataukah tidak. Sebagai contoh, orang cenderung menganggap orang yang terkena covid-19 pasti akan meninggal, karena tetangga saya juga meninggal karena Covid-19 (ini namanya overgeneralisasi), bahkan sekarang banyak orang takut kalau batuk saja, jangan-jangan sudah terinfeksi virus (ini namanya jumping conclusion). Jadi kalau ada orang di rumah bersih atau batuk, orang-orang serumah bisa kabur tuh karena ketakutan dikejar covid-19 yang keluar dari batuk orang tersebut. Repot kan?

Negatif thingking memang sering terjadi pada banyak orang, kamu bisa mengeceknya melalu daftar pada link ini : https://www.elsahenderson.net/uploads/2/1/1/6/21169428/psychcentral.com-15_common_cognitive_distortions.pdf

Kita sering menghadapi hal ini karena kita membuat skenario dalam pikiran, lalu hanyut terbawa perasaan yang diakibatkan oleh pikiran kita sendiri.

Nah balik lagi ke kasusmu. Perlu disadari dulu sumber pencetusnya sehingga bisa menimbang kembali apa yg membuat pikiran itu muncul. Misalnya, melihat sahabat berubah sikap, apa yang terjadi sebelum perubahan tersebut? Adakah kejadian yang memicunya? Dari kejadian ini bisa kita telusuri hal-hal yang mungkin dapat menjadi kesalahpahaman.

Keinginan untuk bicara jujur, itu hal baik dan perlu disampaikan dengan cara yang tetap positif. Tidak semua orang punya kesiapan dan keberanian untuk menyampaikan perasaannya karena terkadang emosi tidak mudah d kontrol, bila kita sedang overthinking.

Beberapa teknik kognitif behavior therapy, dapat dilakukan sendiri sebagai selfhealing. Sebagai contoh, coba lakukan hal berikut:

Fokuskan pikiran pada apa yang terjadi (bukan pada skenario yang kamu pikirkan).

1. Apa yang kamu pikir, buatlah beberapa alternatif pikiran yang muncul.

2. Apa yang kamu rasakan akibat dari pikiranmu itu.

Misalnya:

Kejadian: pulang dari kampus, kamu sengaja ke kantin dan melihat sahabatmu. Tapi dia terus menjauhi ketika kamu berusaha menyapanya.

Pikiranmu: jangan-jangan dia kesal sama aku, dia ada urusan lain, mungkin dia lagi bete, bahkan jangan-jangan dia kebelet pipis … siapa tahu?

Perasaanmu: aku sedih, aku khawatir ditinggalkan, aku takut aku salah sama dia

Rencanakan tindakanmu: misalnya, saya mau ngomong sama dia, mau tanya pendapat temen yang lain. Lalu,

Kamu susun skenario tindakan tersebut: kamu mau ngomong begini, ”Saya merasa kamu berubah. Awalnya selalu senyum sama aku. Mengapa sekarang berusaha menghindar? Mau gak kamu bilang apakah aku melakukan hal yang salah?“

Lalu, kamu juga tanya sama teman lain yang mengetahui hal ini: “Kamu tahu tidak, mengapa dia berubah sama aku?”

Nah, setelah pikiran, perasaan dan rencana tindakanmu terstruktur, bisa kamu coba lakukan. Kadang-kadang kamu dapat insight baru dan juga keberanian untuk menyelesaikan masalahmu dengan sangat baik dibandingkan kalau kamu reaktif. Menuliskan jurnal membuat kamu memiliki waktu jeda untuk merenungkan terlebih dulu apa yang terjadi sebelum membuat kesimpulan dan terlanjur baper.

Setelah tenang, dan kamu melakukan konfirmasi terhadap sikap temanmu, bisa saja kamu mendapatkan jawaban di luar dugaanmu, misalnya, ternyata dia baru saja dapat nilai ujian yang mengecewakannya. Kamu justru perlu menghibur dan bersikap empati pada kesedihannya, bukan?.

Selanjutnya kamu bisa melatih cara kamu menghadapi masalah overthinking-mu dengan cara tadi, sehingga tidak langsung emosional. Membuat jeda waktu sekaligus juga membuat jarak antara dirimu dan kejadian yang menimpamu saat itu. Susun dulu sebab-akibatnya, amati secara objektif bahwa ada suatu masalah di luar dirimu yang mengganggumu. Kalau perlu kamu tuliskan dalam jurnal atau tabel pertanyaan-pertanyaan seperti tadi. Setelah itu kamu biasakan untuk menimbang dan menguji apakah pikiranmu benar atau tidak.

Bertanya langsung pada orang, meminta pendapat dari orang lain sangat baik sehingga kamu tidak subjektif atau terlanjur su’uzhan atau terbawa emosi.

Bebiasaan membuat diary, meskipun isinya curhatanmu, bila disusun dengan baik dapat menjadi tulisan essay dan bisa kamu share sebagai suatu inspirasimu untuk orang lain.

Selamat mencoba.

--

--

Iip Fariha
Iip Fariha

Written by Iip Fariha

Psikoterapis, marital konselor, praktisi psikodrama

No responses yet