Stress takut mati
Takut mati itu wajar, bila ada alasan dan mampu mengelolanya menjadi energi hidup yang lebih bermakna
“Assalamu’alaikum Teh Iip, Saya punya perasaan yang aneh dan mulai sadar parahnya itu ketika kuliah S1. Saya sering ingin mati tapi kalau bunuh diri takut dosa dan takut masuk neraka. Namun perasaan ini hanya muncul ketika aku ada masalah. Ini berlanjut hingga kerja dan di titik ketika kalau mati ya sudah orang pasti akan mati. Hingga suatu ketika aku kecelakaan motor tunggal dimana aku sadar peristiwa tersebut terjadi. Alhamdulillah hanya luka sobek di bibir dan lecet-lecet. Namun sejak itu, perasaanku berubah drastis, aku takut mati karena aku merasa amalku masih sedikit dan dosaku masih banyak. Hingga sebulan, aku takut hingga menangis hampir tiap malam. Dan, sekarang perasaan takut itu kadang muncul ketika masalah datang. Sebenarnya saya sudah mencoba mengatasinya dengan sering datang kajian atau baca Alquran. Tapi kadang perasaan itu muncul ketika datang bulan dimana aku tidak bisa shalat maupun baca Alquran. Selain itu saya sekarang punya penyakit darah tinggi”.
Ketakutan akan kematian adalah wajar bila kita punya alasan dan hanya pikiran sesaat saja. Misalnya, saat ada isu penyebaran virus mematikan, covid-19, dan kita berada di zona merah serta memiliki peluang untuk terinfeksi dengan cepat, sedangkan kita tak memiliki pelindung keselamatan diri serta dalam keadaan fisik sedang lemah dan sakit, lalu kita diam saja tak melakukan pengobatan. Peluang kematian lebih cepat, tapi tidak memastikan bahwa dengan virus itu seseorang pasti mati. Sebab banyak orang selamat dan sehat kembali setelah pengobatan.
Jadi apakah situasinya memang mengancam kematian, apakah perasaan ini valid ataukah tidak? Dan apakah ada pikiran-pikiran negatif yang menyertainya dan apa yang telah dilakukan untuk menghadapinya?
Pikiran ingin atau takut mati dapat merupakan simtom klinis yang serius dan kondisi yang perlu ditelaah lebih lanjut BILA: Disertai rasa sedih yang sangat kuat dan dalam (intensitas perasaan), adanya perubahan mood yang sangat cepat (tempo) atau sering terjadi (frekuensinya), tidak ada alasannya yang objektif, disertai keinginan dan upaya melukai diri sendiri, maka Anda perlu bantuan profesional. Akan tetapi, jika Anda berhasil mengatasinya sendiri dan mampu menguasai diri, menjaga keselamatan diri, serta ada daya dukung dari lingkungan yang memahami situasi Anda, Anda tahu pada siapa Anda minta tolong saat dibutuhkan, insya Allah Anda termasuk survivor yang hebat.
Karena saat putus asa, hampir setiap orang selalu ingin menyerah, pikiran negatif seperti ingin mati saja atau perasaan yang aneh bisa muncul karena suatu sebab yang tidak selalu jelas, atau tidak lagi disadari alasannya, atau memang muncul begitu saja tanpa alasan, kecuali mungkin diwarnai oleh fakta adanya penurunan serotonin di otak. Bila ya, pendekatan psikologis saja tidak mencukupi untuk mengatasi keadaan ini, pengobatan medikasi dengan obat-obatan yang menaikkan kadar serotonin seperti obat antidepresan biasa diresepkan oleh psikiatri. Sebagian survivor tidak minum obat dan mampu menjaga moodnya dengan metode yang lain.
Ada baiknya, ada kesadaran bahwa mati saja tidak benar-benar menyelesaikan masalah. Secara spiritual, sangat baik, ada kesadaran diri yang diwarnai oleh keyakinan bahwa perbuatan di dunia akan dimintai tanggung jawab sehingga pikiran masih mengendalikan untuk tetap menghargai hidup dan melakukan kegiatan yang positif seperti mendekatkan diri pada Allah Swt. Bersyukurlah bahwa kita punya kesadaran akan tugas manusia yang beriman bahwa ada perhitungan akhir di akhirat nanti.
Namun perasaan ketakutan akan kematian harus berimbang dengan adanya harapan bahwa Tuhan kita itu Tuhan yang Maha Pemurah dan Penuh Kasih, sehingga Dia juga memberi kita jalan untuk menyelesaikan masalah yang kita hadapi sebagai makhluk-Nya.
Terkadang membaca kitab suci memberikan rasa tenteram, healing yang memang dibutuhkan, tetapi saat selesai atau tidak ada kesempatan lagi, kondisi real dari hidup kita masih terbentang di depan mata kita, memerlukan penyelesaian yang nyata pula dalam bentuk tindakan bukan sekadar ketenangan.
Ketenangan diperlukan bukan untuk menyelesaikan masalah, tapi untuk membuat kita lebih jernih dalam berpikir dan mencari solusi dari masalah dengan tepat. Pikiran yang jernih saja ternyata juga tidak cukup, setelah solusi ditemukan, diperlukan keberanian untuk bertindak. Kadang gagasan solusi kita temukan dari kebijakan kitab suci, nasihat orang tua, pengalaman hidup kita dan lain-lain. Itulah tools yang perlu kita miliki untuk menghadapi masalah tersebut. Tuhan memberi kita informasi dan bimbingannya antara lain melalui kitab suci, maka membaca Alquran hendaknya diniatkan untuk mendapatkan tidak sekadar rasa tenang dan healing, tetapi petunjuk untuk bersikap dan bertindak lebih baik.
Jika kita tak sanggup sendiri menghadapi masalahnya, karena terkadang masalah hidup demikian berat, Anda perlu “bicara dengan Allah” meminta bantuan-Nya [melalui salat istikharah atau salat hajat]. Percayalah bahwa bantuan itu akan dikirimkan melalui insight, kecenderungan hati, ketenangan pikiran. Anda juga perlu bertemu dengan profesional untuk membantu Anda melihat lebih jernih dan menemukan daya dukung Anda untuk bangkit menghadapi masalah tersebut.
Semoga Anda disayang Allah, senantiasa dalam rida-Nya, dan selamat dunia dan akhirat. Aamiin.
Bandung, 30 Maret 2020