Simple Life is not Simple

Iip Fariha
3 min readApr 1, 2022

--

#artjournaling

foto koleksi art journaling

Bulan Maret ini, bulan titik balik setiap tahun. Tahun ini, bulan maret menandai saat kami berkeluarga sejak 26 tahun lalu. Setelah dua bulan sebelumnya menandai kelahiran anakku dan ulang tahunku yang setengah abad ini, bulan ini juga bulan menandai pergeseran angka usia suami. Kami mulai merapikan banyak hal pula jelang ramadhan 1443 H yang ditunggu dan berharap menjadi awal perubahan. Perubahan untuk hidup yang lebih baik lebih sederhana.

Selalu ada harapan baru sejak pandemi dua tahun ini. Kita sebelumnya bahkan tak bisa taraweh di masjid yang hanya satu langkah dari rumah. Tidak lagi untuk tahun ini. Semoga!

Penuh harapan, seperti ketika saya membaca hikmah berbagai kejadian dalam hidup yang membuat banyak orang mengalami depresi. Satu bulan ini hampir setiap minggu saya mengisi materi webinar dengan tema beragam dan cukup berat. Tidak ada waktu untuk menulis dan berleha. Energi rasa tersedot oleh tema tentang kemarahan dan depresi yang menjadi materi yang dibagikan pada komunitas YMPAI dan adik-adik konselor sebaya di ruang curhat besutan bidang kaderisasi masjid salman ITB.

Seperti mencoba merasakan turbulensi emosi dan rasa empati. Aku tahu bagaimana jiwa kita pada akhirnya perlu dilatih untuk sabar dan tangguh. Tema Shaum atau puasa sebagai terapi jiwa yang sempat kubahas di komunitas indonesia sehat bahagia memberikan jalan keluar sekaligus ketakutan tersendiri. Karena diri yang lemah ini sesungguhnya tidaklah bersih dari kotoran dan penyakit hati yang mungkin masih belum disadari. Harap dan takut memang dua sumbu yang selalu perlu kita seimbangkan.

‘Until you make the unconscious conscious, it will direct your life and you will call it fate.’

(CC Jung)

Bulan ini, bulan latihan mendidik diri, jelang satu hari lagi kita masuk ke dalam bulan pelatihan kolosal yang sesungguhnya. Selamat datang ramadhan 1443 yang dirindukan. Aku sempat menuliskan catatan di blog baru lahir di bulan maret ini, menjemput-ramadhan.html .

Kalian bisa membacanya juga satu catatan lain diposting di website indonesia sehat bahagia. Semoga semua itu jadi amal baik yang dapat dibagikan kembali atau sekedar pengingat bagi siapa saja yang memerlukannya.

Nanti kurapikan tulisan lain tentang kemarahan dan bincang tentang depresi vs keimanan itu. Hari ini aku perlu rehat melemaskan kepalaku yang berat. Ujian itu bukan dosa, bahkan banyak orang yang rajin sholat juga mengalami depresi berat, terkadang kita tak tahu persis mengapa demikian. Tetapi saat lidah dan tangan terjaga untuk tetap taat pada Sang Pencipta, sungguh Dia yang kita anggap di langit sana, lebih dekat dengan urat nadi di leher kita. Dia selalu mendengar doa kita. Doa adalah senjata kita.

Di sela-sela menyelesaikan naskah buku 10 jurus mental sehat bahagia (yang inginnya dapat segera dikirim ke penerbit hari ini). Bahkan minggu lalu aku masih sempat menghadiri ekspose produk dan membuat proyeksi penjualan jelang ramadhan, bisnis yang kugeluti sejak 2015 ini cukup menguras rasa daripada pikiran.

Ternyata banyak hal yang telah terjadi di bulan ini. Aku mengejar banyak hal, hingga perlu menyusun ulang apa yang paling prioritas. Sempat vertigo kemarin malam, karena rasanya pikiranku begitu lelah.

Jurnaling sekali lagi menjadi salah satu achor dalam keseharian kita. Itu bagi siapa saja yang juga menyadari bahwa hidup begitu berharga, salah satu upayaku menjaga semua ada pada batas wajar dan sejahtera secara mental. Aku mencoba menyederhanakan banyak hal, menikmati apa adanya, bersyukur dengan semua hal. Kesederhanaan ternyata tidak sederhana.

Tetiba kutemukan satu formula yang kusebut simple life. Hidup sesederhana dan semudah mungkin. Barangkali kelak akan kuceritakan hal ini dalam tulisan lengkap. Tunggu saja ya!

Bandung, 1 April 2022

--

--