Selamat Idul Fitri 1441 H
Semoga tulisan ini mewakili silaturahim Idul fitri kita di masa pandemi 2020.
Idul Fitri 1441 H adalah lebaran di masa pandemi covid-19. Tahun 2020 menandai pertama dalam sejarah Indonesia, ketika shalat Idul Fitri difatwakan ulama untuk dilaksanakan di rumah saja bersama keluarga. Bahkan tidak mudik, tidak berkerumun, dan tidak ada acara halal bi halal seperti dulu. Jadi akan seperti apakah lebaran pandemi 1441 H ini?
Kita tak pernah memiliki bayangan, tak ada skema yang pernah diajarkan untuk kita tiru. Maka alhamdulillah, kita memiliki banyak ulama yang segera memberikan penjelasan panjang lebar terkait dengan fatwa Idul fitri berikut panduan untuk melaksanakan shalat, zakat, dan urusan ibadah lainnya. Kita juga menemukan beberapa kawan kreatif yang memberi contoh bagaimana berkunjung ke rumah kerabat dengan tetap menjaga jarak, tidak bersentuhan saat bersalaman, mencuci tangan dengan sanitizer, duduk berjarak, memakai masker, makan bergantian namun tetap elok dan akrab.
Ramadan telah berlalu, saya tidak dapat menggambarkan berbagai rasa bercampur dalam diri sendiri, umumnya saya sedih berpisah dengan ramadan, namun tahun ini lebih dari tentang rasa sedih, mungkin antara takut dan harapan akan masa yang lebih baik pasca pandemik. Dalam benak kita ada banyak keinginan dan rencana yang mungkin perlu disesuaikan dengan situasinya saat ini. Seperti bagaimana menyesuaikan diri dengan protokol kesehatan, tetap memuliakan hari raya, menerima tamu, berwebinar bersama kerabat. Barangkali kita tetap akan dapat shalat id bersama secara online, bersilaturahim dengan video call atau melalui tulisan ini, melalui fesbuk, grup di WA dan telegram. Kita masih tetap ber-PSBB, dengan protokol kesehatan dan keselamatan bersama. Bukankah ini tanggung jawab setiap orang untuk melindungi dirinya dan tanggung jawab sebagai makhluk sosial untuk peduli dan adil pada orang lain?. Mari tetap bersabar mengikuti prosesnya wahai sahabat.
Bersyukur agama ini tidak pernah menyulitkan umatnya dan kita tetap dapat memperoleh keutamaan dalam ibadah. Bersyukur bahwa kita adalah negara yang damai, tertib dan rakyatnya memiliki tingkat relijiusitas sehingga kita selalu mawas diri dan saling menghargai. Mungkin ada yang mencatat bahwa bulan ini kita juga merayakan hari Raya Waisak, Nyepi, Kenaikan Isa Almasih dan Idul Fitri. Sungguh bulan yang penuh dengan keberkahan bagi umat beragama. Kita juga beruntung memiliki keluarga yang baik, solid dan juga saling mendukung. Beruntung kawan-kawan kita adalah orang-orang sholeh, produktif dan sehat mental. Kita masih bisa selalu saling peduli pada sesama dan berbagi apapun yang kita miliki, sedikit harta, pengetahuan, informasi positif, keahlian, apapun yang menguatkan dan memberdayakan diri kita, keluarga, tetangga dan pada level lebih tinggi kepedulian akan bangsa ini agar tidak terpuruk dan dihinakan. Beruntung bahwa masih ada pemimpin yang lurus dan kitapun selalu mendoakan mereka untuk mendapatkan petunjuk Tuhan agar bertindak dengan cara yang terbaik dan dalam ridhonya selalu. Seperti lagu lebaran yang terkenal itu, tradisi bangsa Indonesia, pada dasarnya selalu mendoakan pemimpin dan rakyatnya. Seperti lirik karya Ismail Marzuki ini, pasti sudah sangat familiar di telinga kita.
Setelah berpuasa satu bulan lamanya,
Berzakat fitrah menurut perintah agama..
Kini kita ber-idul fitri berbahagia,
Mari kita berlebaran bersuka gembira..
Berjabatan tangan tambil bermaaf-maafan,
Hilang dendam habis marah di hari lebaran..
Minal ‘aidin Wal faizin,
Maafkan lahir dan batin,
Selamat para pemimpin,
Rakyatnya makmur terjamin..
….
Kita tak bisa lagi berjabat tangan seperti dalam lagu ini, kita akan belajar sesuatu yang benar-benar baru tahun ini, bukan hanya tata cara ibadah, relasi silaturahim juga tentang makna dan pesan Idul Fitri, hari yang suci, hari kemenangan pada situasi pandemi. Bagi setiap orang, pasti ada pengalaman berharga dan akan menemukan makna yang berbeda. Tentu saja, kita juga akan mendengarkan hal ini nanti dari pilihan hutbah hari raya, bahkan banyak ustadz yang sudah mulai merekomendasikan tulisan dan contoh hutbahnya. Namun bisa jadi imam dan khatib shalat kita adalah suami kita atau anak kita. Akan sangat makin relevan bila pesan dan makna lebaran ini kita yang ramu dan temukan bersama dengan keluarga.
Saya pribadi misalnya melihatnya sebagai suatu latihan menebarkan rasa belas kasih tanpa syarat. Peran yang paling kuat tampak dari contoh perjuangan para tenaga kesehatan, mulai dari dokter, paramedis, semua orang yang terlibat dengan pengelolaan rumah sakit dan pusat kesehatan, termasuk didalamnya cleaning service dan supir mobil jenazah. Sungguh hal yang menakjubkan mengamati para pejuang tenaga kesehatan untuk menyelamatkan pasen ODP dari “kematian”. Kematian memang hak Tuhan, sudah ada takdirnya pada setiap manusia untuk bertemun ajalnya. Saya tidak dalam rangka menafikan takdir. Tetapi mari melihat upaya dan ikhtiar sesama makhluk Tuhan ini menebar kasih sayang tanpa batas, melewati peluang resiko kematiannya sendiri. Kemurah-hatian bila disertai rasa cinta kepada makhluk atas dasar cinta kepada Allah swt, merupakah akhlak yang luar biasa tinggi dan tak semua hambaNya mampu merasakan dan mencapai derajat ini.
Saya teringat suatu kisah dialog Nabi Musa as yang mengeluh pada Tuhan, kira-kira begini,” Ya Tuhan, umatku ini luar biasa bandel dan sering menyakitiku! Bagaimana bila hukum saja mereka!” ( ini tentu tidak persis seperti ini, kisah sufistik diceritakan untuk diambil hikmahnya saja). Lalu Tuhan menjawab,” Aku menciptakan manusia, memberinya rizki dan mereka tetap melanggar perintahku!”. Secara berseloroh, Tuhanpun membalas keluhan Musa as dengan fakta yang jauh lebih pantas dikeluhkan.
Itulah sebabnya nama Tuhan yang paling agung adalah Maha Pengasih dan Penyayang.
Bisakah kita belajar dari asma Tuhan? menumbuhkan suatu karakter seperti yang dicontohkan Tuhan? sebab manusia menjadi mulia karena dicipratkan unsur ruh didalam jasadnya, maka sifat ketuhanan, atau spiritualitas ada di dalam jiwa manusia. Mengapa kita tak tengok ke kedalaman diri ini, saat di hari kemenangan ini, jiwa apakah yang menguasai dan dominan di dalam diri kita.
Apakah setelah pandemi yang luar biasa ganas ini, hati kita masih keras?. Tumbuhkah benih cinta dan kasih pada sesama? Sementara shaum sebulan penuh ini sudah dilakukan bertahun-tahun, sepantasnya tahun ini latihan kesabaran dan kecintaan kita pada makhluk Tuhan akan makin berlipat ganda. Mudah-mudahan walaupun baru pucuk muda, bila kita rawat seterusnya akan tumbuh semakin kuat menjadi pohon yang berbuah dan manis rasanya.
Inspirasi dari alquran, Kalimat tauhid itu diibaratkan seperti pohon, seperti tertulis pada QS Ibrahim ayat 24 dan 25
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit
تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.
Ibadah dalam agama Islam, selalu ke atas dan kesamping. Hubungan kita selalu antara kita dengan Tuhan dan kita dengan sesama. Setiap kita bertakbir shalat, kita selalu akhiri dengan doa kesalamatan bagi orang sebelah kanan dan kiri kita, setiap kita shaum yang urusannya antara hamba dan Tauhannya, kita akhiri dengan berbagi rizki untuk sesama melalui zakat.
Alangkan indahnya, tatkala kita melatih hawa nafsu pribadi, lalu diikuti melepaskan apa yang dititipkan pada kita miliki melalui zakat fitrah. Sampai -sampai shaum kita tak akan berguna bila kita tak memenuhi kewajiban zakat ini. Jadi kesholehan itu akan tampak dari buahnya, yang dapat dipetik manfaatnya bagi orang lain. sungguh buah keshalehan sosial yang diterjemahkan oleh Kyai Ahmad Dahlan, melalui wujud Muhammadiyah misalnya begitu manis dan abadi dinikmati manusia sepanjang hayat. Kematian tidak akan memutus amal jariah seseorang.
Di hari kemenangan inipun, kita patut mendoakan para suhada, pejuang kemanusiaan, para shalihin dan orang-orang baik lainnya agar jejak langkah mereka menjadi contoh yang bisa kita tiru, kisah-kisah mereka dapat menjadi skema dalam pola kepribadian kita untuk mencapai derajat manusia yang terbaik. Potensi kemanusiaan yang tertinggi yaitu saat jiwa kita mencapai derajar insan kamil, saat manusia mampu mengaktualkan kecerdasan spiritualnya dan terkoneksi dengan yang Maha Tinggi, Allah Azza wa Jalla.
… maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah : 209).
Lebaran bukan lagi soal cipika cipiki, bukan soal baju lebaran yang baru dan terbaik, termahal dan terindah yang sering diklaim sebagai cara menyambut hari raya, bukan tentang kue-kue yang enak dan menu istimewa yang mampu memuaskan kembali nafsu badani kita yang terkurung selama satu bulan. lebaran juga bukan tentang berkirim kartu dan pantun, bukan tentang kunjungan dan berfoto seragaman. Meskipun itu semua baik, tetapi setelah shalat Id, bisa saja ternyata kita hanya perlu duduk santai dengan berdasteran dan bercengkrama melalui webinar. Lebaran ini, dasteran saja yuk!
Lebaran adalah hari kemenangan, pembebasan diri dari ego yang dikuasai oleh Id semata, yang hanya mengikuti dorongan keinginan pribadi dan mengikuti bisikan para pembisik dari kaum manusia rendahan pengikut para syetan dan jin. Lebaran adalah tentang memenangkan pertarungan Id dan superego, tentang bagaimana kepribadian kita menyerap sisi tertinggi kualitas potensi manusia yang tersambung dengan Tuhan yang menciptakannya. Lebaran adalah awal perjalanan baru untuk merefleksikan sifat-sifat Tuhan dalam diri kita menjadi nyata dalam kehidupan di dunia.
Sementara akhir pandemi tak bisa kita duga, yang paling nyata saat lebaran ini adalah mengajarkan kita tentang bagaimana menebar cinta dan kasih sayang, menjaga dan menghormati kehidupan manusia lainnya bahkan dengan membagi kebebasan kehidupan pribadi kita sendiri untuk orang lain. Bukti tanggung jawab dan rasa adil itu akan terlihat bila tetap di rumah saja, hanya keluar untuk hal yang sangat penting dan tetap lakukan protokol keselamatan. Jaga kesehatan, jaga jarak, memakai masker, mencuci tangan dan berdoa, tetap jaga sehat mental dengan 10 cara tetap sehat dan bahagia.
Bila ada sahabat yang merasa terzalimi oleh saya dan keluarga, mohon berkenan memaafkan. Sebaliknya tidak ada salah dan khilap sahabat kepada saya, semuanya sudah termaafkan. Insya Allah qolbu kita kembali bening.
Selamat merayakan Idul Fitri, taqobbalallahu minna wa minkum. Siyamana wa siyamakum
Bandung, 30 Ramadan 1441 H