Pasangan Setia
Kesetiaan dan komitmen berkeluarga itu timbal balik, karena itu suami dan istri disebut sebagai pasangan.
“Sejak kita jumpa pertama, kutelah jatuh cinta, walau ku tahu kau ada pemiliknya… “
Lagu Chrisye ini cukup terkenal, nadanya riang walaupun isinya mengandung resiko. Bagi sebagian orang yang kecewa pada pasangannya, lalu menemukan orang lain yang mengisi kekosongan hatinya, mungkin hatinya tergoda untuk tergerak mendekati yang lebih menyenangkan. Umumnya orang mencari kesenangan dan kesempurnaan, sehingga menjadi ujian tersendiri saat terasa berat untuk mencukupkan diri dengan pasangannya saja.
“Entah apa yang dilihatnya dari dia, sampai hati dia berselingkuh dan kenapa pula dengan teman karibku sendiri”. “Aku akan memaafkannya, tetapi bukan berarti bersedia melanjutkan ikatan pernikahan ini, saya sudah siap bercerai Mba”. “Aku tak menyangka dia bisa merusak pernikahan ini, saya rasa dia mengalami gangguan atau terkena sihir apa. Mungkin dengan bertemu terapis dia sadar diri”. “Pernikahanku seperti kena kutukan, suamiku seperti bapakku yang juga berselingkuh”. Itulah sekelumit masalah empat contoh keluarga yang ternodai karena kepercayaan dan perselingkuhan.
Tentang nilai kesetiaan dan ketangguhan, mengingatkan saya pada burung elang. Burung yang dijuluki the king in the sky ini contoh baik dalam hal kesetiaan.
Seperti seorang raja tentu akan selalu bersama ratunya. Bila rumah tangga itu seperti membangun sebuah kerajaan, rumah yang yang kita bangun adalah tempat terindah seperti istana dimana kita adalah pasangan paling bahagia. Kerajaan yang baik adalah bila istana memiliki raja yang bijaksana dan ratu yang menawan. Raja dan ratu adalah pasangan indah yang mampu bekerja sama satu sama lain dalam membangun komitment cinta. Dapatlah kita mengatakan, dibalik laki-laki hebat ada seorang istri yang tangguh. Dibalik istri yang yang menawan tentu ada seorang laki-laki yang perkasa. Kesetiaan dan komitmen berkeluarga itu timbal balik, karena itu suami dan istri disebut sebagai pasangan.
Kita dapat berkaca dari filosofi kehidupan elang, karena elang adalah pasangan yang memilih untuk menentukan sarang yang tetap dan menjaga pasangannya seumur hidup. Menikah itu perlu keberanian menghadapi bahaya, dan tak ada keluarga bahagia yang tak menemukan masalah. Seperti kehidupan elang yang menguasai langit atau ibarat menggarungi lautan, kita perlu kapasitas dan kapabilitas untuk melawan angin dan tak jatuh atau menggarungi samudra yang penuh badai serta tak tenggelam.
Satu hal yang menarik tentang elang yang daapt menjadi pembelajaran kita, salah satunya adalah siklus hidup elang untuk bertransformasi. Burung elang yang sudah tua akan terbang ke puncak gunung dan membuat sarang. Di sana, burung elang akan bertransformasi selama kurang lebih 150 hari dengan cara yang menyakitkan. Dia akan berdiam diri sampai tumbuh paruh dan bulu-bulu yang baru. Ia tidak menunggu saja, ia akan mematuk-matuk paruh lamanya ke batu sampai lepas, lalu mencabuti bulu lamanya hingga lepas memberi kesempatan untuk tumbuh bulu yang baru. Setelah masa puasa ini, elang akan kembali ke sarangnya dan hidup kembali dengan pasangannya sekitar 30 tahun lagi.
Mungkin hal ini mengingatkan kita pada siklus hidup kupu-kupu yang mengalami proses metamorphosis dari seekor ulat tak berdaya, menggulung dirinya menjadi kepongpong dan berpuasa hingga akhirnya menjadi kupu-kupu bersayap yang indah siap terbang di taman bunga.
Dalam kehidupan manusia, sebetulnya siklus hidup kita tidak se-ekstrim kehidupan binatang. Manusia berproses juga bersama dengan tuntutan tugas perkembangannya. Manusia perlu menyesuaikan diri terus menerus dalam rentang sepanjang hidupnya. Khususnya fase dewasa, ketika ia menikah, memiliki anak, berkarir, berkarya dan berprestasi.
Intinya, dalam hidup kita perlu bertumbuh. Melewati fase berubah setiap usia dan tuntutan tugas berubah. Tentu ada tantangan dan bahayanya, kita juga akan menemukan perasaan tidak aman, challenge atau ujian hidup. Mungkin kita akan merasakan ketakutan, kekecewaan ataupun kepedihan. Hidup tidaklah seluruhnya indah, dan pasangan kita bukanlah manusia sempurna seperti seorang pangeran atau raja yang lahir dengan takdir yang sudah ditetapkan sejak lahir. Bahkan seorang pangeran-dalam dongeng- sekalipun tentu bisa terkena nasib sial atau kutukan sihir. Tetapi pasangan kita memang tidak sepenuhnya seorang raja atau ratu.
Pasangan, entah itu suami atau istri terkadang juga mengecewakan dan mengalami banyak masalah dalam hidupnya sendiri. Setiap kita, memiliki problem sendiri yang sebagian sudah teridentifikasi potensial sebelum bertemu dengan pasangan. Problem rumah tangga adalah problem relasional, dengan pengertian bahwa situasi konflik itu terjadi karena terjadi sebagai proses timbal balik. Hampir tak ada pasangan yang sengaja merusak hubungan keluarga, namun ia tentu terstimulasi oleh pasangannya. Hampir tak ada seseorang melakukan tindakan kekerasan baik fisik, mental atau sexual bila tak ada situasi diantara mereka yang memicu munculnya masalah tersebut.
Maka menemukan solusi dalam relasi keluarga adalah dengan melibatkan kedua pihak untuk bekerja sama menerima problem rumah tangga sebagai problem bersama dan juga bekerja sama menemukan sumber daya untuk menghadapinya. Keyakinan saya sebagai terapis keluarga adalah bahwa terapi keluarga berfokus pada proses relasional dan komunikasi keluarga untuk mengatasi masalah klinis, meskipun hanya satu anggota keluarga yang “tampak” sebagai sumber masalah atau orang yang tertuduh menciptakan konflik diantara mereka. Problem keluarga melibatkan relasi interpersonal diantara pasangan, karena itu penanganannya meliputi proses suatu system dalam keluarga atau dinamika yang terjadi pada pasangan tersebut.
Bandung, 11 Oktober 2021