Menjaga Hubungan

Iip Fariha
8 min readSep 7, 2021

--

Apa yang membuat seseorang terhubung, menjaga pertemanan dan memiliki alasan untuk menjalin persahabatan?

Photo by Tim Marshall on Unsplash

Beberapa hari ini saya tertarik dengan sebuah film serial, to be with you. Sebuah film layak diapresiasi, tapi saya tak akan membahasnya sebagai sebuah karya. Hanya saja salah satu tema dari film ini menjadi begitu relevan dengan sebagian obrolan saya dengan senior baru-baru ini. Saya ngobrolpun sudah ngalor ngidul tanpa judul. Mungkin dalam perasaan saya, beliau sudah saya anggap sebagai kakak, saudara, guru dan sahabat bagi saya selama ini. Saya kadang teringat, dalam film kungfu bila ada dua orang yang merasa cocok, mereka membuat janji persaudaraan untuk selalu saling menjaga kehormatan dan harga diri mereka dalam hidup ataupun mati. “Kakak, kita sekarang bersaudara!”

Kalimat ini sering membuat saya terkesan, maka sayapun mulai tertarik merenungkan lebih lanjut menuliskannya.

Apa yang membuat kita mempertahankan sebuah relasi? demikian pikir saya. Pada suatu titik saya menyadari bahwa tidak semua orang mampu menjaga dan menghargai sebuah hubungan. Tidak semua orang akan menemukan kecocokan dan sanggup berikrar menjadi saudara seperti dalam kisah film kungfu pada umumnya.

Sekali lagi, apa yang membuat seseorang terhubung, menganggap penting suatu hubungan dan memiliki alasan untuk menjaga hubungan ini?.

Hubungan ini bisa sangat luas makna dan konteksnya. Bisa saja kita berhubungan karena ikatan yang tidak bisa kita tolak, seperti antara orang tua dan anak, juga ikatan keturunan atau kekerabatan karena dipersatukan oleh sistem sosial tertentu. Sistem sosial itu dapat berupa ikatan kesukuan, kedekatan tempat tinggal, sesama teman satu sekolah atau karena bekerja di perusahaan yang sama.

Saya akan membatasi obrolan kita untuk hubungan yang dengan leluasa bisa kita pilih sendiri, yaitu memilih teman atau sahabat. Walaupun bisa saja kita memilihnya karena pertemuan di sekolah, di tempat kerja, atau di komplek perumahan atau berada pada organisasi yang sama. Seseorang memilih dan mengarahkan sendiri minatnya untuk menjalin pertemanan.

Saya sempat ngobrol dengan senior saya tadi, hal apa yang membuat seseorang memberikan respon dan membangun relasi. Isunya, terkadang ada orang yang tidak merespon sama sekali atau sangat lambat menjawab ketika kita sapa. Kita tak bicara soal like and share di medsos yang sangat terbuka dan cenderung memiliki pola acak. Kita bicara tentang orang-orang yang mungkin sangat dekat dengan kita, kita kenal, kita memiliki banyak kesamaan dan juga kepentingan.

Anda mungkin setuju boleh tidak, ketika Anda memilih untuk berteman hanya dengan seseorang yang menurut Anda menguntungkan Anda. Pengertian menguntungkan bisa sangat beragam dan subjektif. Hal inipun sah dan boleh saja sepanjang Anda memiliki alasan dan mampu mempertanggungjawabkannya. Saya mungkin akan memilih, bahwa keuntungan yang menjadi alasan itu tentu bukan yang merugikan orang lain, atau hanya menguntungkan bagi kita secara sepihak. Lalu kita tidak melanggar hak dan etika moral yang bersifat universal. Mungkin akan lebih baik lagi bila dijaga dengan nilai-nilai luhur atau adab sebagai orang yang beragama. Sampai sini, mungkin Anda akan setuju dengan saya. Kecuali Anda seorang antisosial yang dengan sengaja mengeksploitasi orang lain untuk keuntungan Anda sepihak tak peduli dengan cara apapun melakukannya.

Belajar dari kisah film yang saya sebutkan tadi, seorang sahabat yang sangat kaya memperlakukan sahabatnya yang kebetulan memiliki status sosial ekonominya lebih rendah, dengan sangat baik. Menolongnya saat kesulitan, namun juga menjaga harga dirinya dan melakukan ikatan mutualisma saling menguntungkan. Yang satu sangat mengerti apa yang kurang serta lebih pada sahabatnya dan mereka saling berbagi tanpa merasa direndahkan atau saling memanfaatkan. Sampai pada suatu titik mereka berebut kekasih dan persahabatan ini ternoda, namun pada akhirnya mereka sanggup saling melepaskan beban kemarahan dengan memaafkan dan menerima bahwa mereka terkadang harus saling mengalah dan menerima bahwa kemenangan itu juga milik bersama. Demi persahabatan mereka mampu menerima satu sama lain, apa yang yang terbaik bagi sahabatnya itulah yang paling penting. Sementara, kita bisa simpulkan bahwa ini gambaran persahabatan yang ideal. Faktanya, tidak semua orang yang terhubung mampu menjaga keterhubungan ini dan memberikan penghargaan pada hubungan atau relasi persahabatan yang ada.

Dari film yang sama dan sering dari film lainnya yang saya suka, saya sering menemukan terkadang hubungan persahabatan, dan persaudaraan koyak oleh karena perselisihan. Perebutan kekuasaan dan jabatan di perusahaan, berebut kekasih, hak asuh anak, dan lain-lain. Kebencian dan kemarahan sering membuat seseorang terjebak pada tindakan agresifitas baik langsung maupun terselubung bahkan tindakan amoral. Tentu orang akan menuai buah dari tindakannya sendiri kelak, anda boleh sebut hukungan, karma atau siksa akibat dosa, apapun itu namanya. Dalam panggung drama atau film, seringkali kebaikanlah yang dimenangkan dan film yang dibumbui konflik hebat sekalipun akan selalu berakhir baik dan bahagia.

Tetapi dunia bukanlah mata koin yang hanya memiliki dua sisi atau dua warna, hitam dan putih. Ada banyak area dimana kita mampu melakukan sesuatu masih pada batas toleransi dan sekali-kali mungkin kita memiliki kecenderungan untuk egois atau subjektif baik dalam sikap maupun perbuatan. Tetapi tindakan tersebut masih diterima masyarakat walaupun beberapa dari kita tidak suka dan memilih menghindari orang yang memiliki watak tersebut.

Sebut saja, seorang teman hanya mau memilih hubungan dengan orang yang secara intelektual dianggap lebih tinggi dan dapat memberikan keuntungan berupa sumber ilmu. Seseorang memilih menjalin hubungan dengan orang yang kaya atau lebih menjaga relasi dengan teman seorang pejabat, seorang yang memiliki akses kekuasaan atau aset yang mampu menopang minat dan gaya hidupnya. Pilihan seperti ini terkadang sangat transparan tetapi juga tersembunyi. Kita mampu melihat pola ini bila kita rajin menengok medsos atau berminat mengamati pola relasi orang disekitar kita.

Karena ambisi politik, mungkin seseorang dengan sengaja berteman dan menikah dengan seseorang yang akan menguntungkan pada posisinya kelak. Seseorang akan mungkin merasa lebih nyaman bila punya sahabat yang secara intelektual dapat mengimbanginya atau karena kebebasan finansial yang sama, mampu melakukan sesuatu bersama.

Bisa saja, seseorang memilih orang yang memiliki minat yang sama. Banyak pertemanan karena menyukai aktivitas pada bidang yang spesifik seperti menonton film, menulis, membaca komik, naik gunung, bersepeda, ngobrol hang out sambil minum kopi dan sebagainya. Ada banyak sekali pola relasi yang dibentuk dengan kesamaan minat dan hobi.

Semuanya sah dan sangat wajar. Arah hubungan memang menunjukkan orientasi orang pada orang lain karena adanya kesamaan atau suatu tujuan yang sangat subjektif dari orang tersebut. Sebagai praktisi psikodrama, saya dengan mudah dapat melihat pola ini melalui teknik hand on shoulder. Pengukuran sosiometri ini memberikan informasi kemana arah minat sosial, peluang relasi bahkan aliran energi seseorang dalam lingkup sistem sosial masyarakatnya.

Walaupun relasi terbentuk, namun kesamaani ini juga tidak menjamin hubungan lebih intens dan terbentuk persahabatan. Didalam persahabatan, ada relasi timbal balik dan aliran energi afeksi yang disalurkan sehingga terkadang kita tak bisa memaksakan persahabatan walaupun alasan-alasan objektifnya memadai. Mungkin ada banyak alasan-alasan lain yang membuat relasi menjadi penting dipertahankan dan membuat seseorang merasa menjadi bagian dari ikatan persahabatan tersebut.

Tiba-tiba saja saya menyadari bahwa pada aspek-aspek tertentu saya bukanlah yang pintar memperhatikan bagaimana seharusnya saya berprilaku untuk menjaga relasi persahabatan. Saya sering merasa memiliki banyak teman, tetapi juga sering merasa hubungan ini hampir sama pada semua orang. Artinya, tidak ada yang benar-benar istimewa atau tidak ada yang benar-benar dapat dianggap buruk. Beberapa orang mungkin mengatakan saya orang yang baik atau hampir baik dalam lingkup sosial manapun. Sayapun percaya bahwa memang saya orang yang baik dan tak pernah terpikir dengan sengaja melakukan keburukan apalagi kejahatan pada orang lain. Hanya saja bukan ini poinnya, persahabatan bukan hanya tentang baik dan buruk saja seperti dua sisi koin tadi.

Kebaikan bukan alasan satu-satunya persahabatan dapat dijaga. Bila orientasi hidup dan aktivitas sosialnya tidak beririsan tentu kita tak akan benar-benar berhubungan, tetapi walaupun dipenuhi dengan kebaikan belum tentu terjalin persahabatan. Ada intensitas hubungan, relasi afeksi yang bersifat timbal balik yang mengikat sebuah persahabatan. Tetapi bisa saja, walaupun memiliki banyak kesamaan minat dan juga “keuntungan” yang dapat diperoleh dari hubungan ini, juga ada ikatan afeksi yang kuat, tetapi kita tak memiliki cukup ruang dan waktu untuk menjaga relasi yang intensif dan mendalam ini. Dalam hati saya mengatakan, bahwa sepanjang saya pernah mengenal seseorang dan memiliki kenangan dengan orang tersebut saya menganggapnya sebagai teman yang baik, walaupun tidak sampai pada relasi persahabatan atau persaudaraan. Namun terkadang perjalanan hidup kita membawa kita pada jalan yang berbeda, kita dapat berpisah dan menemukan tema-tema baru atau tugas perkembangan dan kehidupan yang tidak lagi relevan lagi dengan orang-orang tersebut. Sebagainya lagi mungkin selalu saya anggap sahabat bahkan saudara, walaupun mereka tak menyadari atau tak memiliki rasa yang sama dengan saya. Saya tak pernah berpikir melalukan suatu pemutusan hubungan dengan orang dengan alasan tidak jelas.

Kita tak bicara pada titik ekstrim lainnya, yang mengakibatkan ikatan relasi terputus karena pengalaman buruk atau kebencian. Karena untuk alasan yang sama, terkadang kita temukan juga persahabatan pada orang-orang yang bersifat kriminal atau memiliki tujuan jahat bersama-sama.

Ketika ada seseorang yang kita kenal berwatak buruk, umumnya orang akan menghindar dan tidak menyukai persahabatan dengan orang tersebut. Namun bisa saja ada orang yang baik namun juga tidak berarti kita selalu mampu berteman dan menjaga kedekatan hubungan dengan orang tersebut. Saya menilai beberapa orang sanggup mengabaikan relasi dengan orang lain, karena merasa tidak penting dan tidak relevan. Sikap sosial memang merupakan bagian dari warna kepribadian seseorang, kita tak bisa dengan mudah memberikan labeling sebagai bentuk keburukan. Terkadang timbul penyesalan atau dugaan terhadap bentuk relasi yang misterius ini.

Ada banyak alasan lainnya yang mungkin tersembunyi dari pilihan orientasi hubungan ini. Sepanjang cara dan hasil akhirnya tidak merugikan baik diri sendiri maupun orang lain, saya rasa saya mampu menerimanya. Bahkan ketika kita bermaksud baik dan memiliki sikap positif sekalipun tak berarti respon orang lain akan menunjukkan timbal balik yang sama. Pada posisi saya pribadipun, mungkin ada orang-orang tertentu yang merasa tidak mendapatkan respon yang sesuai dengan harapannya. Sikap dan pilihan menjaga hubungan ini sangat mudah ditafsirkan secara subjektif. Walapun pada batas etika sosial, kita tentu masih bisa berharap seseorang membalas suatu tindakan yang sepadan. Sesederhana menjawab salam, membalas chat di medsos atau mengarahkan muka kita pada orang yang menyapa kita dan membalas senyuman dengan memberinya senyuman lagi.

Mungkin mereka bahkan tidak mengenal kita, atau kita yang tidak mengenalnya tetapi mereka memiliki minat pertemanan dengan kita. Memberikan respek dan menghargai orang lain adalah sikap sosial yang positif dan menunjukkan kematangan emosi dan sikap humanis dari manusia yang sehat mental. Walaupun sekali lagi, secara praktis dalam kehidupan sosial yang makin terbuka ini, semakin sulit bagi kita untuk dapat membalas keramahan orang lain.

Bagi saya misalnya, tidak mudah untuk membalas sapaan umum di medsos, bila tak benar-benar bersifat personal dan relevan. Maka sayapun belajar, memang terkadang teman saya mungkin merasa tak perlu untuk membalas chat saya. Dan jangan pula kita berharap seseorang akan menyukai postingan kita, apalagi mengirim ikon like atau melakukan share ulang. Relasi sosial yang terbuka bersifat acak, dan rasa hubungan pertemanan tidak perlu ternoda walaupun mungkin tidak pernah terbentuk menjadi sahabat atau saudara.

Kesimpulan sementara saya, biasa sajalah. Kita mengenal dan bisa berteman dengan siapa saja, menjaga hubungan positif tetap penting dan perlu diperlihatkan. Tetapi tidak semua relasi pertemanan memiliki tingkat kepentingan yang sama atau relevan dalam kehidupan kita. Sebagiannya menjadi sahabat atau saudara, terkadang kita berpisah dan bertemu dalam suka duka, terkadang kita lupa dan mungkin tak pernah lagi bertemu. Namun satu hal yang selalu dalam hati saya terjaga, saya akan menjadi orang baik yang senantiasa membuka hati untuk setiap hubungan yang positif. Itulah inti dari menjaga hubungan bagi saya. Sangat personal tetapi saya yakin Anda setuju dan mau melakukan hal yang sama.

Bandung, 7 September 2021

--

--

Iip Fariha
Iip Fariha

Written by Iip Fariha

Psikoterapis, marital konselor, praktisi psikodrama

Responses (1)