Menikah itu…

Iip Fariha
2 min readMay 10, 2020

--

Membangun keluarga bukan seperti membeli makanan instan …

Photo by Sandy Millar on Unsplash

“The family is where our world began, where we elvolved our styles.. the family prepares its members to take their place in the society, to become the nucleus of another family- to nurture, protect and educate.. families are teachers of human beings, not the owner of human beings” ( Virginia Satir)

Membangun keluarga bukan seperti membeli makanan instan lewat layanan online. Tinggal pencet dan tunggu langsung datang untuk siap santap. Membangun keluarga adalah tentang mencari resep, berburu bahan baku dan meracik bahan, memasaknya, mencicipnya dan mengulang kembali prosesnya dari mula sehingga terbentuk pengalaman yang sama atau berbeda sampai menemukan rasa makanan yang enak.

Menemukan jodoh bukanlah paket siap pakai, kadangkala mungkin bahkan tidak tahu apa yang akan ditemukan dalam paket pernikahan itu. Walaupun sebelumnya tentu ada proses taaruf untuk mengenalnya dan berkomunikasi dengan calon pasangan, namun siapa yang benar-benar mengenal sebenar-benarnya diri yang masih saling asing itu. Setiap orang bahkan akan menemukan kejutan-kejutan sepanjang usia dalam keluarga, karena tidak mudah mengenal orang dalam satu-dua tahun pertama bahkan sepanjang usia pernikahan itu sendiri.

Proses mengambil keputusan untuk menikah, tidak bisa menunda sampai menemukan seseorang yang benar-benar di kenali atau seseorang yang sudah ‘selesai’ dengan perkembangan dirinya.

Sebaliknya keluargalah tempat pribadi bertumbuh dan membangun dirinya semakin produktif, kreatif. Keluargalah yang justru menjadi wahana untuk menciptakan kepribadian yang matang. Dalam keluarga pula, setiap insan belajar dan terus mencipta kemanusiaan dan meneruskan tugas antar generasi.

Adalah salah besar bila berkeluarga sebagai akhir dari sebuah proses perjuangan. Berkeluarga justru tentang bagaimana belajar menjadi manusia yang utuh, nilai-nilai dalam keluarga, budaya dan spiritual. Tidak salah, bila Agama menyebutnya menikah adalah separuh dari agama. Selama kita tidak mengartikannya sebagai pemberian paket instan siap pakai, tetapi satu paket yang harus kita rakit sendiri tanpa panduan teknis. Karena kitalah teknisinya.

Menikah adalah tentang kesiapan untuk berproses dan mengambil tanggung jawab dengan pertumbuhan pribadi dengan pasangan secara bersama-sama. Tentang bagaimana bersiap untuk merakit suatu paket keluarga yang didalamkan akan ditemukan masalah dan solusi. Tentang mulai kapan siap saling membuka diri untuk menerima semua kemungkinan, saling mendekat dan menerima setiap perbedaan.

Ya tentang belajar saling menjaga dan berkomitmen, menguatkan cinta kasih dan kesetiaan dalam suka dan duka. Tentang siap menerima dan memberi bukan hanya mengharapkan dan mengambil hak pribadi. Tentang bagaimana mengenal aturan main dalam nilai-nilai yang disepakati, tentang bagaimana mengelola konflik dan berbagi rasa. Tentang memaafkan dan berbahagia bersama.

Tentang banyak hal… yang tak terkatakan dan terlalu sulit untuk dituliskan… jadi saat menikahlah maka akan ditemukan segala hal tentang membangun diri sendiri dan kemanusiaan.

#ini adalah tulisan lama yang saya posting karena teringat pada kasus konflik peran dalam keluarga beberapa waktu lalu.

Bandung, 10 April 2020

--

--

Iip Fariha
Iip Fariha

Written by Iip Fariha

Psikoterapis, marital konselor, praktisi psikodrama

Responses (1)