Menerima Diri Apa Adanya

Iip Fariha
4 min readDec 14, 2021

--

#ngobrolasyikpsikodrama

Photo by Austin Mabe on Unsplash

Apa kunci dari kebahagiaan? Banyak teori tentang kebahagian, mulai dari pendekatan humanistik, agama juga filsafat. Kita dapat bahagia bila menghadirkan elemen-elemen dari kebahagiaan dalam hidup seperti terpenuhinya kebutuhan hidup yang meliputi sandang, pangan dan papan, relasi yang sehat dalam keluarga, pertemanan, serta spiritualitas yang terjaga. Kebahagiaan juga dapat dicapai melalui karier yang baik, berfungsi secara personal dan berkontribusi di masyarakat serta memiliki prestasi yang dapat dibanggakan.

Namun, tanpa penerimaan diri yang baik, sulit untuk dapat merasakan pengalaman sejahtera dan bahagia yang hakiki dalam diri pribadi. Kebahagian berasal dari dalam diri akan lebih abadi. Bandingkan bila kebahagiaan kita bersumber dari semua hal yang ada di luar, semuanya bisa hilang dan mungkin habis. Kebahagiaan akan tercapai bila kita mulai menerima diri sendiri, memiliki persepsi yang positif tentang diri, menghormati dan menghargai keunikan diri. Kesadaran dan penerimaan akan memudahkan kita untuk lebih siap menghadapi semua hal yang akan terjadi dengan hidup sebagai bagian dari konsekwensinya itu.

Kesadaran diri atau self awareness dimaknakan sebagai pengetahuan secara sadar tentang karakter, perasaan, motif, dan keinginan diri sendiri. Menerima diri apa adanya terkadang menyakitkan. Terkadang kita memiliki standar tentang apa yang pantas dan baik untuk diri sendiri atau mencoba membuat citra diri sesuai dengan tuntutan sosial. Terkadang banyak hal-hal yang mungkin tidak sesuai dengan harapan atau citra diri yang dipersepsikan oleh penilaian publik atau nilai tersebut. Namun kesadaran diri membawa kita pada penghayatan yang makin objektif dan asli tentang keberadaan diri di tengah lingkungan sosial yang lebih luas, peran-peran dalam keluarga bahkan tentang diri sebagai makhluk spiritual.

Setiap orang itu unik, kita sudah mengakui hal ini. Setiap orang memiliki cetak genetiknya dan hal ini akan menjadi kekhasan individu yang tidak mungkin dapat kita perbandingkan. Membandingkan hanyalah upaya kita untuk merasa sama dan diakui. Namun mengakui bahwa diri itu berbeda, sebagaimana semua orang berbeda, menghargai perbedaan dan menerimanya dengan lapang dada bukanlah hal mudah.

Tema psikodrama kita kali ini membawa peserta pada kesadaran diri akan keunikannya. Kesadaran yang memberikan peluang bagi individu untuk lebih bahagia menjadi diri sendiri dan merasa nyaman saat berelasi dengan orang lain.

Kelas psikodrama memang diawali dengan menjunjung tinggi etiket untuk bersedia menerima orang lain, menerima diri sendiri, tidak memberikan label apalagi menghakimi atas pilihan seseorang untuk bersikap dan menghormati semua orang untuk menjadi dirinya sendiri.

Ini adalah gagasan yang pasti disukai semua orang beradab, namun bagaimana hal ini kita praktekkan ?

Kita mulai belajar dari ruang kecil virtual, yaitu psikodrama online yang saya pandu. Teknik-teknik sederhana terkadang memancing kesadaran baru individu untuk menemukan dirinya sendiri.

Wow, MasyaAllah, saya selalu takjub dengan bagaimana setiap orang menemukan prosesnya dengan baik. Hal ini hanya akan kita alami bila kita siap belajar dan mau membuka diri, tentu saja.

So, selamat untuk dc yang mau membagi pengalamannya untuk kita semua. Selamat bermetamorfosis.

##

Ini pengalaman pertamaku bergabung dalam Psikodrama. Ketemu dengan teman-teman baru pastinya. Ketika lalu kami diminta untuk memberi rating atas keterlibatan kita hari itu, aku menyadari bahwa keterlibatan kami dalam membuka diri, berbagi, maupun menerima keadaan teman-teman baru kami apa adanya adalah suatu hal yang penting karena kami bisa saling menginspirasi satu sama lain.

Sesi pertama dimulai ketika Konduktor Psikodrama menyajikan gambar “Ruang Makan” dan meminta kami untuk menyebutkan kesan apa yang kami lihat dari gambar tersebut. Tentu saja masing-masing dari kami menangkap kesan yang beda-beda, dan itu justru akan memperkaya bahasan kami nanti… wow..!

Tentang gambar “Ruang Makan” tadi, kebanyakan mengesankan hangat, tempat berkumpul, tempat berdiskusi… yang intinya semua “nostalgia”, kembali ke jaman kecil dulu. Bagaimana pola asuh di keluarga masing-masing. Saya menangkap kesan itu. cuma saya lebih tertarik dengan vas bunga yg warnanya lain sendiri. Tidak menjadi masalah bagi kami semua para peserta psikodrama karena itulah kami masing-masing apa adanya.

Lalu muncul slide yang meminta kami untuk memberi rate dari 0–10 mengenai seberapa nyaman kita di keluarga kita. Saya beri rating 9 yang berarti saya sangat nyaman dengan keluarga saya.

Lalu slide berikutnya adalah sebuah essay, “Keluarga saya…”. Dan menurut saya Keluarga saya lucu.

Saya memaknainya demikian, setidaknya untuk hubungan saya dengan suami. Kami berdua memang pribadi yang berbeda namun justru saling melengkapi. Dia selalu merindukan saya yang comel, dan saya selalu merindukan dia yang konyol.

Essay pada slide ini membuat saya jadi tersenyum-senyum sendiri. Jadi tiba-tiba merasa bersemangat. Dan satu hal yang penting juga adalah saya jadi tahu bahwa saya pribadi yang toleran, tidak masalah dan bisa menerima suatu perbedaan.

Saya jadi kembali lagi pada gambar ruang makan tadi. Nyatanya saya memang tertarik/terkesan dengan vas bunga yang warnanya beda, tidak senada dengan suasana ruangan itu namun masih tampak harmonis bagi saya.

Dari psikodrama, saya makin menyadari bahwa pilihan/ perilaku kita adalah refleksi dari apa adanya diri kita. Membuat kita makin mengenal diri kita.

dc,

Bekasi, 121221, 19.56

##

Sekali lagi, tak semua orang siap untuk membuka dirinya dengan nyaman. Bahkan suasana yang dibangun dalam ruang publik psikodrama tetapi sangat privat tidak bisa kita sharing seutuhnya.

Kami masih menyimpan banyak hal yang berharga untuk kami, sehingga apa yang dapat Anda baca hanyalah apa yang memang siap dan pantas Anda terima. Anda tak kan bisa merasakan selebihnya tanpa terlibat didalamnya.

Mari belajar melalui ruang psikodrama dan kita akan ngobrol seru tanpa rasa takut atau sungkan.

Selamat bertumbuh!

Bandung, 15 Desember 2021

--

--

Iip Fariha
Iip Fariha

Written by Iip Fariha

Psikoterapis, marital konselor, praktisi psikodrama

Responses (1)