koleksi foto pribadi

Lebaran ini, dasteran saja yuk!

Iip Fariha
5 min readMay 23, 2020

--

Sementara masih ada yang memikirkan lebaran besok pakai baju apa, siapa yang menyangkal dasteran itu cantik, nyaman dan keren.

Sudah satu minggu ini saya sedang senang memilih daster untuk pakaian sepanjang hari. Daster bagi saya identik dengan pakaian santai, bermales-malesan, saat kita ingin leyeh-leyeh. Bukan selalu dimaksudkan untuk pergi tidur dan tidak berarti daster bekas pakai semalam lho…!. ini santai sambil “piknik” berjemur dan menulis catatan harian di sisi taman kecil di belakang rumah. Walau namanya daster, saya punya selera yang cukup baik untuk pakaian yang satu ini. Bahan katun halus, motif batik pekalongan, gombrang dan panjang. Rasanya cantik kalau memakai daster baru disetrika, wangi dan nyaman. Mungkin ada yang selalu memakai daster bila sedang di rumah atau hanya memakai saat akan tidur. Itu dua hal berbeda. Saat tidur bisa saja kita berganti jenis dasternya. Bahkan daster adalah pakaian ganti saat lepas istirahat siang di hari lebaran, yaitu ketika obrolan bersama kerabat mulai beralih dari ruang tamu atau ruang tengah ke ruang tidur, ngobrol sambil leyeh-leyeh. Intinya dengan daster, kita bisa suka-suka dan bebas beraktivitas di rumah.

Urusan daster untuk emak-emak seusia saya, ternyata punya cerita panjang. Tidak heran industri daster sangat pesat dan populer di Indonesia. Jangan-jangan, dalam waktu satu tahun ke depan, dalam situasi penyesuaian masa pandemi ini, orang akan lebih senang belanja daster daripada blazer. Bukankah kita sudah mulai terbiasa lebih sering di rumah dan melakukan banyak tugas-tugas secara online. Anda boleh setuju, boleh tidak. Siap-siap saja dengan koleksi daster atau mencoba peruntungan dengan berjualan daster. Apalagi budaya batik identik dengan jatidiri bangsa dan menumbuhkan industri rumah, bahkan daster batik adalah seni melukis atau printing serta merupakan kekayaan budaya. Semakin memahami daster, dapat menumbuhkan cinta tanah air dan menghargai kearifan lokal yang tak ternilai harganya. Karena itu, bagi saya memakai batik walaupun dalam bentuk daster memiliki rasa bangga dan ikatan pada negeri yang kaya raya akan ragam budaya terutama dari sisi filosofi hidup dan tradisi leluhur yang agung.

Walaupun saya bukan pengamat batik, tidak begitu hapal makna dan jenis batik, namun kita dapat menelusuri informasi berbagai jenis motif batik yang khas pada daerah masing-masing di hampir seluruh indonesia. Industri batik sudah banyak menggunakan media online untuk melakukan edukasi dan cenderung bersatu dengan toko online penjualnya. Saat situasi ekonomi retail diduga akan terpuruk, saya menilai industri retail dan rumahan ini malah akan semakin dikenal. Bukankah ini juga salah satu peluang kemandiran ekonomi bangsa ditengah ancaman krisis ekonomi yang makin terjun bebas sejak pandemi?. Potensi lokal dan upaya mendongkrak nilai jual ekonomi kerakyatan untuk memenuhi kebutuhan rakyat sendiri, adalah gagasan biasa saja, namun dalam masa krisis tentunya issu ini perlu dikuatkan dan mendapatkan sambutan dari kita masyarakat indonesia. Stop beli kaus-kaus di Hongkong, belilah Dagadu atau kaos bandung. Stop beli blazer Zara, tengoklah blazer batik cirebon yang cantik dan anggun. Dan banyak lagi peluang mencintai produk lokal dan anak bangsa sendiri untuk kebangkitan kita. Para pengusaha perlu bersama maju untuk menolak menyerah pada keadaan.

Bila momen tak relevan, lupakan sementara blazer batik, anda memiliki pilihan yang sangat luas selain daster, mulai dari pakaian muslin, pakaian santai, sarung, kain lilit, tamplak meja, sarung bantal, seprei, gorden dan semua hal yang membutuhkan bahan kain dapat dicetak dengan lukisan batik. Bahkan hiasan batik yang kita pajang di dinding atau koleksi kain batik yang disimpan sebagai benda budaya. Semuanya menyuarakan hal yang kira-kira sama. Kekayaan ekonomi, aset budaya, seni, kearifan lokal, filosofi hidup, pesan sejarah dan tentang kisah-kisah perjalanan manusia dari satu generasi ke generasi lainnya. Bahkan konon batik tertentu hanya dibuat berdasarkan pesanan khusus dengan upacara yang terkesan mistik dan magis.

Saya menyukai motif parang kecil yang konon dulu hanya dipakai untuk kalangan terbatas di lingkungan kerajaan, ternyata hanya saya pakai untuk kegiatan budaya saja. Ada batik mega mendung warna toska dan pink yang hangat, untuk blazer, yang mengingatkan pada perjalanan spiritual para wali terutama sunan kalijaga yang konon menciptakan motif tersebut sebagai perlambang kesabaran. Biasanya ketika menjadi narsum seminar, saya pilih salah satu blazer yang cocok dengan suasana hati dan tema acara. Saya juga memilih kombinasi batik kumeli dan kawung untuk baju panjang atau abaya. Ada juga batik dengan bunga kecil-kecil dengan warna hangat seperti orange, pink, ungu, merah untuk daster panjang yang saya pakai di rumah saat bersantai sambil menulis seperti ini lengkap dengan dengan sandal rumah bermotif bunga kumeli berwarna biru. Setelah saya amati, ternyata saya juga menggunakan taplak bulat batik untuk penutup meja makan, seprei, lukisan batik penghias dinding, bahkan sebuah tas IPK (Ikatan Psikolog Klinis) oleh-oleh simposium, tak luput dari hiasan batik berwarna ungu. Ada yang tahu apa makna motifnya?

Batik diciptakan dengan keanggunan dan keseriusan, dipakai secara terhormat di ruang -ruang pagelaran budaya, tetapi juga elegan dalam aktivitas nonformal bahkan familiar dalam keseharian kita saat di rumah dengan model daster. Bisa dikatakan bahwa batik melekat dibadan dan aktivitas kita, mulai dari tidur, ke kantor, ke undangan, acara resmi atau kongkow santai. Semua dapat melibatkan batik. Sayang sekali, dua bulan ini kita di rumah saja, saya hanya bisa menatap dan menyapa deretan blazer batik yang merana dan terpaksa mengambil sepotong daster orange model kelelawar yang sudah agak bladus tapi terawat untuk menemani hari ini. Saya tidak perlu beli baju lebaran, apalagi memaksakan diri mengambil resiko dengan antri didepan mall.

Ditemani daster satu minggu ini ternyata makin menyadarkan saya untuk merenungkan kembali isi lemari. Saat akan membeli pakaian, termasuk pakaian lebaran yang ketika kecil sangat dibanggakan. Blazer, baju shar’i, kerudung , tas, sepatu, asesoris dan segala hal pernik-pernik ibu-ibu. Jangan-jangan hanya layak dipakai sekali-kali saja lalu berjejal di laci-laci yang bila tak rajin di bersihkan, lalu dihuni juga dengan debu dan jamur. Kita tak kan pernah tahu, sampai kapan pandemik ini akan benar-benar berlalu. Apakah kita berharap untuk kembali seperti dulu? Tampaknya dunia online akan menjadi media interaksi kita yang lebih aman dan efesien. Jangan-jangan hanya baju-baju santai gaya dasteran saja sudah cukup memadai untuk kita pakai sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan. Bila Pembatasan Sosial Berskala Besar diperpanjang maka biarlah diperpanjang menjadi PSBBBBBBBBB … Pembiasaan Sosial Berbangga Berbudaya Bahkan Berdaster Batik Bagi Bangsa Bermartabat.

Selamat merayakan lebaran, maafkan selalu bila ada kata yang ternyata menyakiti sahabat tanpa dimaksudkan demikian. Semoga kita mampu merawat semangat ramadan ini lebih apik daripada merawat batik-batik kita di lemari. Semoga keberkahan Ramadan bersama pandemi ini bisa terus menghiasi prilaku positif kita selamanya. Taqobbalallahu minna wa winkum, siyamana wa siyamakum.

للَّهُمَّ لاَ تَجْعَلْهُ آخِرَ الْعَهْدِ مِنْ صِيَامِنَا إِيَّاهُ، فَإِنْ جَعَلْتَهُ فَاجْعَ لْنِيْ مَرْحُوْمًا وَ لاَ تَجْعَلْنِيْ مَحْرُوْمًا

Ya Allah, janganlah Kau jadikan bulan Ramadhan ini sebagai Bulan Ramadhan terakhir dalam hidupku.

Jika Engkau menjadikannya sebagai Ramadhan terakhirku, maka jadikanlah aku sebagai orang yang Engkau sayangi.

Aamiin

Bandung, 23 Mei 2020

--

--

Iip Fariha
Iip Fariha

Written by Iip Fariha

Psikoterapis, marital konselor, praktisi psikodrama

No responses yet