Kubersujud padaMu, Ya Allah!
Terkadang, dalam kesunyian dan isolasi kita menyadari kasih sayang Allah swt, dalam keterpisahan dan ketakutan kita memahami pertolonganNya.
Inilah kisah, yang ditulis ulang, seperti yang diceritakan seorang sahabat di Wisma Atlit, melalui webinar.
“Kepalaku pusing sekali hari ini, tenggorokanku sakit, ada banyak lendir yang membuatku sesak. Tampaknya batuk filek biasa, namun perasaanku mulai tak nyaman dan terpikir hal-hal yang negatif, jangan-jangan …… aku terinfeksi virus covid 19. Suhu tubuhku 39 derajat, aku mulai muntah dan diare. Obat pusing tidak menolongku. Badanku lemas, cemasku makin meningkat. Aku PDP.
Sudah 3 hari ini aku minum obat, katanya untuk paru-paru, paracetamol dan vitamin B complex yang diberikan suster padaku. Kepala ini terasa bebal dan tak mau berkompromi. Semua obat yang kuminum tak meredakan sakitnya. Aku terkurung di ruangan bersama seseorang yang hanya bisa bicara dengan jarak 2 meter, kami juga memang terpisah oleh sekat. Kami sama-sama bergelut dengan rasa sakit dan pikiran kami masing-masing. Sampai kapan sakit ini ? rasa bosan mulai menyelimuti menit demi menit menunggu kepastikan, apa yang harus aku lakukan, mengapa tak ada penjelasan, tak ada kunjungan dokter dan tak ada yang bisa menemani atau menolongku saat ini.
Rasa sedihku membuatku mudah menangis sepanjang hari. Bagaimana kalau aku menulari neneku atau ponakanku yg masih kecil. Bagaimana kalau memang aku positif covid. Bagaimana kalau… bagaimana kalau…
Lorong wisma terasa panjang dan sunyi, hanya suster yang lewat sekedar memberikan obat, mengambil sampel darah dan tak ada yang boleh keluar atau tak berani keluar, selain mengambil jatah makan di ruangan lain. Dokter mulai kewalahan dengan atrian pasien di UGD. Suster kehilangan koordinasi satu sama lain, jadwal mereka berpacu dengan rasa cemas dan kelelahan yang menguras energi mereka lahir maupun batin. Mereka punya keluarga dan tentunya paling mudah terkena infeksi dengan mengurus PDP segedung ini. Aku memilih isolasi ini demi keluarga yang kucintai juga. Aku membatin dan mulai mengerti.
Akhirnya aku mendapat giliran untuk rapid test. Hati girang karena hasilnya negatif. Tetapi aku tetap tak bisa keluar, perlu menunggu 1 minggu lagi untuk memastikan bahwa aku aman. Tak bisa pulang. Tak boleh bertemu orang, suster pun tidak, teman satu gedung pun tidak. Kami berjarak dengan teman satu kamar.
Test ke dua negatif, masih harus menunggu 1 minggu lagi…. Tik tok tik tok… masa inkubasi 2 minggu harus kulalui.
Tak ada yang bisa ku tanya. Beruntung ada HP ditangan yang bisa menyambungkanku pada mbah Gugel. Terima kasih ada WIFI yang membuatku terhubung dengan dunia luar. Sekedar ingin tahu tentang apa yang terjadi. Tak ada yang menemaniku selain layar medsos. Untunglah keluarga mengontakku dan memberikan dukungan, agar aku sabar dan menanti. Tunggu saja!…sabar!… tunggu!… susah amat sih untuk menerima semua ini.
Aku gelisah, tak ada yang bisa dikerjakan, selain tidur dan makan. Lebih sering medsos-an, wa an, video call dan sejenisnya, sambil rebahan. Aku jadi kaum rebahan kini.
Padahal kepalaku lebih ringan dan badanku terasa lebih sehat. Aku merasa sehat sejak hasil test mengatakan bahwa aku negatif. Tik tok tik tok…. Hanya bunyi hape yang menemaniku.
Hasil test tak mengubah status isolasiku di sini. Test swab akhirnya ku jalani dengan harap-harap cemas. Bukankah aku sehat kini?
Menunggu hasil test terakhir ini terasa lebih menggelisahkan daripada saat awal menjalani hari-hari saat sakit pertama kali.
Waktu berjalan begitu lambat di gedung Wisma Atlit.
Aku mulai lebih menghargai keluargaku yang memberikan dukungan padaku, lebih menghargai waktu luangku yang serasa begitu panjang. Aku menyadari bahwa aku harus lebih menggunakan waktu ini menjadi lebih bermakna. Aku bisa shalat lebih awal waktu, berdoa lebih panjang dan berharap lebih besar pada pertolongan Allah. Aku sedang di didikNya. Ini masa latihanku menjadi hamba yang lebih baik.
Kini kusadari betapa berharganya kesehatan, aku mulai bersyukur dengan apa yang aku punya. Aku merasakan keluargakulah yang paling berharga, aku mencintai mereka lebih dari sebelumnya.
Mulai hari ini aku selalu shalat di awal waktu segera setiap aku mendengar panggilan adzan.
Terima kasih ya Allah, terisolasi 2 minggu lebih 1 hari ini, telah mampu mengubah cara pandangku terhadap hidup. Ku nikmati waktuku kini bersama keluargaku. Terima kasih para suster dan dokter yang telah memberikan dedikasinya untuk kami para penghuni sementara di Wisma Atlit”.
“Seorang kawan baik mengabariku sabda Nabi saw ini :
: قال رسول الله — صلى الله عليه وسلم -: نعمتان مَغبون فيهما كثيرٌ من الناس؛ الصحة والفراغ ؛ رواه البخاري
“Dari Ibn Abbas Rodhiyallohu Anhuma, dia berkata : Telah bersabda Rosululloh Sollallohu alaihi wa sallam : Ada dua kenikmatan yg menipu (membuat terlena) sebagian besar dari manusia. Nikmat sehat dan nikmat waktu luang. HR. Al Bukhori.
Bandung, 14 April 2020