Kisah pemaafan (forgiveness)
Menahan kemarahan seperti menggenggam batu bara membara dengan maksud melemparkannya kepada seseorang, andalah orang yang terbakar.
_Budha
Pemaafan diperlukan terkait isu kemarahan dalam diri, karena mengalami pengalaman tindakan pendzaliman oleh orang lain, yang bersangkutan merasakan ketidaknyamanan dan survivor ingin membebaskan diri dari ketidaknyamanan itu.
Everett Worthington Jr. mengatakan bahwa memaafkan adalah mengurangi atau membatasi kebencian serta dendam yang mengarah pada pembalasan. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa memaafkan lebih dari sekadar membuang hal-hal negatif. Memaafkan juga menggerakkan seseorang untuk merasakan kebaikan dari pelaku (Asep Khaerul Gani, 2011)
Seringkali orang menilai memaafkan orang yang berbuat buruk pada diri, sebagai kelemahan. Alih-alih membalas dendam atas kedzaliman, pemaafkan menunjukkan belas kasih dan kekuatan dari hati yang penuh kasih sayang terhadap diri sendiri.
“Si lemah tidak pernah memaafkan, Pemaafan adalah atribut dari si kuat.” — Mahatma Gandhi
Pemaafan memang sulit dan perlu dilatih dengan cara-cara yang juga perlu dipelajari. Orang yang berjuang untuk memaafkan orang lain (survivor) peduli pada kesehatan mentalnya sendiri, mengambil tanggung jawab atas pilihan tindakannya.
Kisah pemaafan Andi sang survivor
Untuk memudahkan pemahaman, saya akan menceritakan sebuah kisah rekaan untuk menjelaskan beberapa kesalahfahaman dalam proses pemaafan yang tertulis dalam buku forgiveness (Asep Haerul Gani, 2011)
Survivor menyangka dia sedang menghukum si pelaku, padahal pelaku tidak ingat atau tidak pernah merasa menzalimi.
Andi merasa sangat marah, karena posisi yang dia incar justru diisi oleh anak baru lulus yang bernama Budi. Budi kini adalah pimpinan barunya. Hal itu karena Budi lulusan S2 dari luar negeri, sementara Andi sudah bekerja selama 20 tahun. Andi tidak suka pada Budi dan menganggap Direktur berlaku tidak adil kepadanya. Sejak saat itu Andi menghindari bertemu dengan Budi dan selalu ketus bila dipanggil oleh bos barunya ini.
(Apakah Budi melakukan tindakan Zalim pada Andi??) “
Survivor sering menganggap pelaku egois padahal dia sendiri sebenarnya masochis.
Semakin hari, Andi semakin tidak nyaman berada di kantor. Dia tidak lagi peduli pada kualitas kerjanya. Banyak tugas yang diberikan Budi diabaikan Andi. Andi merasa Budi tidak pernah mengerti perasaannya, sehingga akhirnya setelah beberapa kali diingatkan Budi, Andi menerima surat peringatan (SP) dan penilaian kinerja yang buruk.”
(Siapa yang berbuat buruk dan memperburuk keadaan?)
Survivor sering merasa sedang diuji Tuhan dan menunggu Tuhan akan menolongnya dengan diam atau tidak berusaha.
Andi merasa dirinya tidak lagi merasa dihargai oleh Budi. Ia merasa terzalimi dengan tidak dipercaya oleh pimpinan untuk mengerjakan tugas yang selama ini dilakukannya. Ia kini memang malas-malasan dan sering telat mengerjakan pekerjaan deadline. Andi merasa tidak mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan karirnya karena keputusan kantor yang dirasanya tidak adil dan tugasnya makin diremehkan. Namun Andi juga merasa bahwa mungkin ini adalah ujian dari Tuhan bahwa ia harus menerima sebagai bawahan walaupun sudah lama bekerja.
(Apa sebenarnya ujian Tuhan dalam kasus ini? Apakah Andi melakukan hal yang lebih baik agar ia bisa lulus dari ujian Tuhan?)
Survivor menganggap rasa sakitnya akan hilang bila si pelaku juga mendapatkan kesialan atau karma.
Andi berusaha curhat kepada teman sekantornya. Bahkan teman-temannya ikut menyayangkan dan memberinya simpati atas kesialannya tidak naik pangkat. Andi ingin memberikan pelajaran pada Budi. Hal ini dilakukan agar divisi yang dipimpin Budi mendapatkan penilaian buruk. Dengan demikian, Budi akan ditegur oleh Direktur. Ia juga berharap mungkin Budi akan dipecat.
Andi berusaha mengajak juga teman-temannya untuk membalas rasa sakitnya. Ia juga mengajak Nuha temannya yang menurutnya lebih pantas menjadi manajer daripada Budi. Andi akhirnya melakukan suatu kesalahan dengan sengaja sehingga suatu proyek gagal dilaksanakan. Berikutnya Andi melihat Budi dipanggil dan ditegur oleh Direktur. Direktur meminta Budi untuk mengevaluasi kinerja divisinya dan mencari solusi atas masalah yang dihadapinya, juga memberikan kewenangan sebagai manajer untuk melakukan tindakan yang diperlukan agar timnya kembali bekerja dengan baik.
Survivor menyangka kejadiannya yang dialaminya bersama si Pelaku berakibat buruk pada dirinya. Padahal kompetensi baru muncul bersama kejadian tidak menyenangkan itu.
Adapun Nuha, rekan kerja Andi, memiliki sikap yang berbeda dengan Andi. Ia memang cerdas, ulet, dan pantang menyerah sehingga kawan-kawannya termasuk Andi merasa bahwa ia pantas menjadi Manajer. Nuha juga kecewa dan merasa marah dengan keputusan Direktur tersebut. Setelah beberapa hari ia menyadari dirinya merasa tidak bersemangat ke kantor. Ia dipanggil Budi dan diberikan suatu tantangan untuk melakukan tugas yang lebih berat dari biasanya. Nuha pada awalnya merasa dirinya diremehkan dan semakin marah. Namun lalu ia menyadari bahwa Budi justru menghargai kecerdasan dan mentalnya yang kuat. Nuha bekerja lebih keras dan menunjukkan bahwa ia layak menyelesaikan tugas dari Budi. Sejak saat itu Nuha menyadari bahwa ia sangat diandalkan dan menjadi orang yang dipercaya oleh divisi tersebut.
(Siapa yang mendapatkan keuntungan dari kehadiran Budi?)
Survivor ingin hidup bahagia, tetapi mempertahankan ketidakbahagiaan dengan tidak memaafkan.
Andi tetap dalam kemarahannya. Ia semakin marah ketika melihat Nuha justru semakin dekat dan dipercaya mendapatkan proyek-proyek besar dan berhasil membuat divisinya sukses. Andi merasa dirinya tidak lagi dihargai dan tidak ada yang mendukungnya. Seorang teman menyarankan Andi untuk berkonsultasi pada bagian personalia, karena kinerja Andi makin memburuk dan sering sakit-sakitan. Budi bahkan memberikan izin cuti agar ia bisa lebih fokus pada kesehatannya dan memberinya tugas yang lebih ringan.”
(Apakah Andi bahagia dengan izin cuti dan perhatian Budi? Siapa dan apa yang membuat hidup Andi bisa bahagia?)
Memaafkan itu tetap merasa damai ketika ada peristiwa buruk terjadi pada diri survivor.
Andi akhirnya menemui konselor dan bercerita sejak kapan ia merasa tidak nyaman di kantornya. Apa persisnya yang terjadi, apa yang dipikirkan dan apa yang telah dilakukannya untuk menghadapi situasi tersebut.
Singkat cerita Andi diminta untuk menyadari kemarahannya dan menerima kejadian perubahan manajerial di kantornya sebagai peristiwa yang wajar dalam sebuah perusahaan. Hal itu bukanlah kewenangannya dan ia perlu melepaskan emosi negatif terhadap Budi dengan memaafkannya. Memaafkan itu menempatkan dirinya sebagai subjek yang mampu mengendalikan perasaannya dan berjarak dengan kejadian di luar dirinya sebagai sesuatu yang objektif.
Andi belajar untuk menerima kejadian pengangkatan Budi sebagai manajer itu sebagai peristiwa pada umumnya. Ia juga melihat bagaimana Budi berjuang meningkatkan prestasi divisinya, ia memotivasi timnya, memberikan challenge pada Nuha dan rekan kerja yang lain, pada saat yang sama ia juga memberikan ruang bagi yang mengalami masalah seperti dirinya. Andi mendapatkan pemahaman yang baik terhadap situas yang tidak bisa dikendalikannya, namun ia menyadari bahwa pilihan perilaku dirinya ada dalam kendalinya. Ia memilih untuk membebaskan dirinya dari kemarahan dan rasa dengkinya dengan memaafkan dirinya dan bersikap lebih kooperatif.
Pembelajaran
Sekali lagi memaafkan melibatkan kondisi pikiran dan perasaan serta tindakan tertentu, dimana kita memilih menjadi subjek dalam situasi ketidakadilan yang terjadi. Memaafkan bukan sekadar pasrah tanpa daya. Memaafkan itu perlu menerima atas apa yang terjadi dengan pemahaman yang lengkap terhadap situasi yang dihadapi. Memaafkan tidak sekadar netral terhadap situasi ketidakadilan ataupun menahan marah, tetapi memperbolehkan diri kita merasa marah, namun mengelola marah tersebut sehingga kita tidak di bawah kendali kemarahan.
Memaafkan itu mengambil tanggung jawab atas apa yang kita rasakan. Pilihan kitalah untuk merasa terzalimi dan membiarkan diri dalam kemarahan, bara api dan rasa sakit tersebut, yang disangka sebagai bayaran setimpal terhadap pelaku. Alih-alih suatu upaya balas dendam, kitalah yang sesungguhnya telah menzalimi diri sendiri secara berulang-ulang dan terbakar oleh kemarahan sendiri. Sementara pelaku sama sekali tidak tahu atau tidak menyadari bahwa keberadaannya telah menyakiti.
Memaafkan itu bukan melupakan. Sebaliknya mengingat dengan sadar dan jernih kejadian yang menimpa dan menghadapinya dengan tenang dan rasa damai di hati. Pemaafan juga tidak ada hubungannya dengan pelaku, tapi tentang bagaimana menciptakan damai di dalam diri sendiri.
“Pemaafan adalah memilih mencintai. Ini adalah keterampilan pertama memberi cinta pada diri sendiri” — Mahatma Gandhi
Tantangan untuk kita semua. Silakan renungkan.
1. Apakah Anda ingin memaafkan orang tua yang memperlakukan Anda sangat buruk?
2. Apakah Anda ingin memaafkan suami Anda yang pernah berbohong dan berselingkuh?
3. Apakah Anda ingin belajar memaafkan rekan kerja yang culas dan menipu Anda?
4. Apakah Anda ingin memaafkan dosen yang menghambat kuliah Anda atau bahkan membuat Andadrop out?
5. Apakah Anda ingin bebas dari kemarahan terhadap seseorang yang membohongi Anda dan berbuat sewenang-wenang?
6. Apakah Anda ingin berbelas kasih pada tetangga Anda yang selalu menganggu Anda?
7. Apakah Anda ingin menyayangi musuh Anda yang membuat Anda dan suami berkonflik bahkan bercerai?
8. Apakah Anda ingin memaafkan pemerintah kita yang dinilai sebagian besar orang lambat mengatasi masalah wabah Covid-19?
9. Apakah Anda ingin bebas dari dendam pada orang yang telah membuat Anda menderita dan sakit ?
10. Apakah Anda ingin menjadi pemaaf dan merasakan cinta dan bahagia dalam diri Anda?
Tuliskan kisah anda, kemudian renungkan dengan berkaca pada kisah tadi. Dan segera putuskan, sudah saatnya anda belajar memaafkan.
Bandung, 28 Maret 2020