Jurnal kehidupan
#masihtentangjurnaling
Ketika remaja dulu mungkin kita terbawa oleh tren dan ikut-ikutan memiliki buku diary bergembok yang kertasnya berwarna dan memiliki gambar lucu. Tetapi sesungguhnya hanya kita isi dengan curcol kepedihan hati. Seperti jatuh cinta tapi gak berani bicara, disakiti teman, merasa kehilangan, sebal sama si A dan marah sama di B. Maklum kalau lagi good mood, terus asyik dan lupa diri, lupa dengan catatan diary oh diary yang tersimpan apik di laci terkunci. Mari berterima kasih kepada yang punya desain diary lucu-lucu karena telah mengenalkan kita belajar menulis dan mengungkapkan emosi terutama emosi negatif yang mungkin masih menjadi PR besar bagi pola budaya kita.
Diary bila dikerjakan dengan rapi, akan menjadi catatan sejarah, otobiografi yang keren, bila lebih serius dapat menjadi alat untuk muhasabah-evaluasi harian, bulanan dan tahunan lalu ditutup dengan refleksi akhir tahun dan membuat resolusi, harapan, untuk tahun depan. Semoga bila umur masih ada, ada kesempatan memperbaiki diri, mengganti yang kurang, mengurangi yang buruk dan menambah kebaikan.
Walau ada laptop, tetap saja tantangannya adalah menuliskannya dengan rapi, istikamah dan bertujuan. Seringkali ini tak sederhana untuk saya pribadi karena menulis rapi itu sesuatu banget ya. Perlu kesabaran, pelan-pelan dan mungkin juga ada perhatian pada hasil tampilan akhir. Terkadang diary juga hanya salah satu hal saja yang seringkali tidak terlalu penting karena sudah mulai dikejar oleh pekerjaan lain yang lebih urgen, misalnya mengerjakan tugas-tugas yang dalam satu bulan sudah ditandai. Diary bertambah isinya dengan daftar to do list terkait tugas profesi, tugas emak-emak, dan printilan sehari-hari dari mulai daftar belanja sampai rencana belajar anak dan kegiatan sosial. Karena itulah terkadang kita perlu membuat rencana dan memantaunya bahkan melakukan proses dokumentasi dalam Jurnaling.
Beberapa aktivitas yang direncanakan untuk dikerjakan perlu ditandai di kalender, ditambah reminderdengan notifikasi bunyi, mencatatnya di agenda. Terkadang malah tetap saja ada yang lupa. Bayangkan kalau tanpa rencana dan tak jelas mau apa, Kebayang bosan dan monotonnya kehidupan kita. Saya tidak bisa mengerti sejauh ini, bagaimana ada orang yang tidak memiliki aktivitas, dan santai saja sepanjang hari. Nah… mungkin kegiatannya ada di “dunia” yang berbeda ya.
Tampaknya memang ada yang tak pernah peduli dengan apa yang akan dilakukan, just flow it, spontan saja. Ah gimana nanti saja, hidup santai dan ikuti saja kemana angin membawa. Tetap saja pasti ada aktvitas rutin yang memang sudah menjadi pola sehari-hari. Bagian ini bisa saja didokumentasikan dan diakhiri dengan aktivitas refleksi. Ujung-ujungnya tetap merenungkan dan akan lebih baik dituliskan juga agar lalu hidup kita menjadi lebih bermakna dan bertujuan.
Oh, ada juga yang tak biasa melakukannya, tetapi menceritakan pengalaman harian dengan teman, mempostingnya di medsos atau berbicara dengan orang yang terdekat sebelum tidur. Andai ada yang mau merekamnya, itupun dapat menjadi jejak sejarah dan dibukukan. Jaman now malah, lebih familiar dengan jurnal foto, vlog, Ig live, podcas, youtube. Nah sama saja kan?” Saya rasa semua itu baik saja, minimal untuk dirinya sehingga dapat melihat perjalanan hidup dan mensyukuri apa yang pernah terjadi dan juga jadi pelajaran bagi orang lain. Terlepas mungkin tidak semuanya positif, tentu ada juga catatan hal-hal yang negatifnya ya. Intinya tetap saja ada hikmah di balik suatu kejadian.
Saya sendiri membuat rencana, menandai dengan check list dan mengevaluasi apa yang “benar-benar” wajib saya kerjakan, nyaris setiap hari. Umumnya hal ini terkait dengan aktivitas ibadah rutin, tugas profesi, kegiatan rumah tangga, urusan keuangan, dan ide-ide lainnya yang datang di pagi hari. Walaupun tulisannya gak pernah rapi, dan terkadang menulisnya di mana saja, tetap saja saya tulis.
Barangkali ada yang benar-benar tak suka dengan menuliskan dan membicarakannya, ada yang lebih nyaman dengan puisi, lagu, foto dan gambar. Itupun ungkapan yang sebenarnya dapat mewakili perasaan dan pikrian yang ada dalam dirinya. Sekarang orang lebih familiar ganti status di medsos dan share hal-hal yang sedang viral atau sengaja diviralkan. Sebagian ada yang lebih sibuk berkarya, memasak, membuat pakaian, menyulam, menyusun bunga, berkebun, membuat perhiasan, seni kriya dan lain-lain.
Saya juga senang melakukan kegiatan berkebun, menyulam, membuat puisi kalau tiba-tiba muncul inspirasi, dan mungkin ada prakarya yang tidak bisa disebut indah, tetapi untuk menyenangkan hati saja sebagai kegiatan self healing atau mengisi hari-hari luang yang sangat jarang juga.
Itulah manusia sebagai makhluk berakal, maka ia berbahasa dan akan selalu meninggalkan jejaknya dalam sejarah, baik dalam bentuk literasi tertulis, visual audio, seni kriya, yang konon akan membangun budaya atau menghasilkan ragam jenis ekspresi kebudayaan.
Apa yang pernah kita kerjakan, memang dapat diintip dan mungkin menjadi sumber inspirasi bagi orang lain, tetapi yang lebih penting adalah justru proses yang terjadi pada diri sendiri ketika menjalaninya. Ketika saya merenungkan apa yang pernah saya lakukan yang mungkin dapat disebut sebagai jurnal, dan lalu menjadi gambaran perjalanan maka ditemukan banyak sekali hal yang sesungguhnya juga dilakukan oleh banyak orang. Hanya saja, kita tahu itu semua memiliki makna yang berbeda bagi kita. Sesuatu yang sangat personal, subjektif yang menjadi bagian utuh dari hidup kita. Perjalanan hidup kita, semua apa yang pernah dilakukan, bukan hanya apa yang pernah terjadi pada diri sendiri, semuanya dapat kita susun dalam suatu timeline. Jejak kehidupan kita yang semoga bisa segera kita telusuri ulang, sebelum kita kehabisan waktu dan harus meninggalkan dunia ini. Karena tak lama, kita pasti akan melanjutkan kehidupan selanjutnya di alam yang berbeda.
Beberapa hari lalu saya menerima kiriman buku After Life Journal yang memang saya pesan untuk saya dan suami. Jurnal ini berfokus pada persiapan untuk melanjutkan perjalanan hidup kita setelah meninggalkan dunia. Lha … saya belum yakin telah melakukan evaluasi terhadap semua proses yang pernah terjadi sejak saya menuliskan kisah patah hati zaman sekolah dulu dan apa yang saya lakukan selama hidup ini, tiba-tiba usia saya sudah lebih dari 40 tahun.
Jurnal ini memang persiapan untuk Menuliskan Catatan Akhir Tahun 2020 dan mencoba menata kembali kegiatan menulis dalam buku diary versi dewasa. Awal tahun memang juga awal tanda usia saya bertambah, gaktega rasanya menyebutkan bahwa sebenarnya umur kita berkurang. Sebut saja masa dewasa pertengahan karena masih banyak tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas perkembangan dengan baik. Rasanya masih banyak yang belum pernah tuntas. Semoga masih ada waktu dan diberi kesempatan untuk selalu lebih baik dan lebih baik.
Ya Allah, andai waktu hidup saya masih ada, jadikanlah sebagai bertambahnya kebaikan saya. Bila waktu saya habis, jadikan itu sebagai akhir dari keburukan saya.
“Bagaimana dengan Anda, apakah masih punya waktu luang?”
Bandung, 20 November 2020