Guru virtual

Iip Fariha
3 min readOct 20, 2020

--

“The value of a man should be seen in what he gives and not in what he is able to receive.”

(Albert Einstein)

Photo by Timothy Muza on Unsplash

Salah satu ciri dari industri 4.0 adalah terbentuknya sistem yang serba siber. Basis internet dan virtual menjadi keniscayaan yang tak bisa dihindari, walaupun sebagian dari kehidupan kita masih sangat manual dan teknologi belum merata. Masih banyak masyarakat awam yang bahkan belum tahumenggunakan teknologi yang kadung makin canggih setiap hari. Apalah artinya kalau lantas akses internetpun tak ada atau lemot, wawasan kita tak menunjang dan kita juga buta teknologi. Rasanya seperti merangkak mengejar kereta tenaga nuklir atau hidup di jaman batu, sementara pisau dapur sudah terbuat dari laser.

Saya bersyukur walau dengan terbata-bata membaca dan mengoperasikan teknologi dari rumah, sekedar terkoneksi dengan teman dan kerabat, masih terdukung jaringan wifi dan terjangkau kantong. Barangkali sisi keberkahan dari pandemi adalah ketika kita dipaksa untuk belajar lebih cepat dan melek teknologi. Selain itu ada banyak hal positif dari dunia luar yang lebih mudah kita akses, seperti pelajaran, ilmu pengetahuan dan kearifan yang dapat kita serap dalam jangkauan jari kita. Baiklah, pelan-pelan saja sesuai dengan urgensinya bagi kebutuhan kita.

Sejak lebih banyak terkoneksi dari rumah, Saya telah mendapat segudang buku bacaan, kuliah gratisan, nasehat arif bijak dari para ahli serta tentu saja guru virtual yang langsung “berdialog” secara privat di rumah sendiri. Suatu lompatan yang luar biasa bagi generasi saya yang baru belajar menggunakan laptop saat di perguruan tinggi, dan baru mencari akses internet saat belajar menulis e-mail.

Mungkin saat ini, kebutuhan kitapun tak jauh dari hal-hal seperti itu, transaksi e-banking, belanja online, kuliah, komunikasi dengan klien, teman dan kerabat serta menyimpan jurnal harian. Namun semua orang akan jauh lebih mudah mendapatkan apa yang diperlukannya.

Mahasiswa sekarang misalnya lebih mungkin mendapatkan jurnal-jurnal dan referensi seluruh dunia dalam hitungan detik. Para pedangang, dapat menjadi importir atau eksportir apa saja, kemana saja. Para guru dapat meluaskan ilmu mereka ke seluruh pelosok dunia. Dan anak-anak dapat membuka jendela dunia pertamanya, walaupun gerak motorik mereka masih menggenggam namun mencukupi hanya satu sentuhan jari mereka yang masih mungil. Para ilmuwan, praktisi bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman tanpa batas. Banyak hal dapat dikendalikan dari rumah, tanpa jarak, acak, terbuka dan cepat. Tentu saja efek teknologi siber amat sangat luas dan bisa juga sangat menakutkan dan membahayakan, seperti dalam suatu film yang berjudul IT. Dalam tulisan ini, saya hanya ingin menggarisbawahi terkait dengan sumber belajar dan manfaat positif saja, terutama dalam rangka mengingat guru virtual saya yang tak mungkin disebutkan satu persatu.

Saya biasa mendoakan guru-guru saya, dan tatkala saya mencoba menyebutkan satu persatu mereka yang dulu saya ingat jaman sekolah di Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi, beberapa saya lupa namanya dan wajah merekapun mungkin tampak samar saja. Namun saat ini, adakalanya kita tak tahu lagi siapa guru kita dan wajahnya seperti apa, terkadang hanya nama saja, sebagian saja bisa ditemukan potretnya di internet. Kita bisa belajar dengan melihat wajah sang guru virtual melalui layar video, mendengar suaranya, membaca namanya, tapi kita tak pernah bertemu dengannya, bahkan tak sempat berkenalan atau berkesempatan menyapanya. Sebagian guru ada yang hanya terdengar suaranya, sebagian hanya wajah dan tulisannya, sebagian tak tahu entah siapa, ketika tulisannya dikutip orang dan kita hanya menyerap kearifannya.

Guru virtual, amal kebaikan memang tak perlu ijin untuk disebarkan. Ia dengan karakternya akan sampai menjadi kebaikan bagi siapa saja. Namun penerima ilmu, tentu memiliki adab pada guru, sangatlah penting memahami ilmu dengan baik dan mengamalnya sebagai bentuk penghidmatan pada sumber ilmu yang memberikan kita kebaikan. Mungkin itulah satu-satunya cara kita berterima kasih pada mereka, amal mereka akan mengalir terus tanpa batas.

Sebenarnya kita juga menyakini bahwa hakekat ilmu adalah Sang Pemilik Ilmu yang bahkan tidak mampu terjangkau dengan teknologi siber, tapi dapat menjangkau kita dimana dan kapan saja bila kita siap menampung ilmuNya. Alhamdulillah, puji syukur padaNya, seluas ilmuNya, setinggi keagunganNya.

Bandung, 20 Oktober 2020

--

--

Iip Fariha
Iip Fariha

Written by Iip Fariha

Psikoterapis, marital konselor, praktisi psikodrama

No responses yet