Fiksi dan sejarah
Apakah fiksi itu sejarah yang berputar kembali?
Salah satu genre film yang saya suka adalah jenis science fiction. Bagi yang tak menyukainya, film jenis ini, tak lebih seperti hayalan dan kekoyolan saja. Sebetulnya walaupun memang penuh dengan imajinasi manusia, namun isi gagasan tersebut memiliki dasar pengetahuan yang memang sedang dalam proses penelitian atau pembuktian. Imaginasi dalam konteks ini adalah pikiran-pikiran kreatif yang melampaui jaman dan pengetahuan manusia saat film itu dibuat. Mungkin saja hal itu terjadi bila kita mengusahakannya dan mampu menemukan caranya mencapai impian tersebut. Atau mungkin memang imaginasi ini bersumber dari ingatan bawah sadar manusia yang diturunkan dari nenek moyang kita di masa lalu yang sudah pernah mengalami kemajuan yang sama.
Ketika kecil, sebagian waktu luang saya gunakan antara lain untuk menonton film Ghost buster, the simpsons, dan membaca buku doraemon. Di dalamnya ada banyak imaginasi atau yang kita sebut sebagai fiksi. Salah satunya adalah tentang sebuah kantor dengan layar besar untuk rapat online, remote control untuk mengatur aktivitas domestik. Alat transformasi kecil yang hemat energi dan dapat mendarat di atap apartemen. Dulu hal tersebut kita anggap sebagai imaginasi saja, namun kemudian menjadi kenyataan di saat ini. Seperti berbicara dan melihat wajah seseorang melalui layar besar atau video call dengan alat semisal jam tangan. Sebagian orang bahkan percaya film-film itu memang seperti sebuah ramalan akan masa depan. Beberapa peminat film menemukan hal-hal yang sangat mirip atau bahkan dapat dipastikan bahwa kisah fiksi tersebut memang terbukti sekian puluh tahun kemudian. Ataukah mungkin itu pernah terjadi sebelumnya, berjuta tahun sebelumnya dalam versi yang berbeda. Kita perlu mempertanyakan catatan sejarah manusia.
Saya tidak termasuk yang mencari-cari ramalan. Tetapi mari kita mencuplik saja mengenai satu fenomena online. Secara sempit, saya merasakan salah satu dampak teknologi online bagi kita, bumi ini terasa semakin tanpa jarak. Dunia yang kita tempati memang mungkin terus berevolusi baik secara fisik, dan struktur geobiologisnya, tetapi bumi kita juga telah bertumbuh menjadi bumi yang berbeda dalam alam pemikiran para penghuninya. Proses globalisasi yang kita anggap berawal dari proses transaksi ekonomi, juga berdampak pada proses interaksi dan perubahan sosiobudaya, relasi soial dan mungkin pengalaman spiritual manusia di dalamnya.
Dulu, waktu yang kita kenal dalam sejarah, hanyalah impian untuk dapat menjelajah bumi dan menemukan sebuah masyarakat asing, bertemu budaya pada suatu bangsa dengan ragam bahasa, adat istiadat dan agama. Dulu kita perlu menabung untuk dapat berkeliling dunia, dan belajar bahasa baru untuk dapat berkenalan dengan bangsa lain. Hari ini, kita dapat menjelajah bumi dari layar kecil di kamar pribadi. Berbicara dengan bahasa orang asing tanpa khawatir, karena sudah tersedia bantuan mesin penerjemah. Kita dapat berinteraksi dengan semua penduduk bumi melalui jaringan online dan berbagi budaya dan kultur kita dalam dunia baru yang mungkin semakin sama.
Satu hal yang berkesan ketika saya kecil adalah kisah tentang kakek moyang saya yang pergi mencari ilmu dan mencari guru, untuk suatu waktu yang tidak pasti dan untuk tidak pernah dapat diharapkan kembali. Sehingga bila suatu hari nanti ada sebagian dari keturunannya bertemu di negri antah berantah, maka itu merupakan suatu keajaiban dan anugrah kembalinya si anak hilang. Selang empat generasi dari moyang saya, dunia telah berubah, menciut dan menjadi semakin datar.
Hari ini, anak-anak kita belajar menjelajah dunia dalam genggaman, mereka dapat berinteraksi dengan siapa saja, berbeda bangsa, budaya, bahasa, adat istiadat namun dipersatukan dalam minat dan rasa ingin tahu yang sama sebagai satu warga dunia. Hari ini kita dapat berguru pada siapa saja, tentang apa saja dan dimana saja kita suka. Keberlimpahan ilmu, akses pengetahuan, jalan menemukan penghidupan, rekreasi dan apa saja yang kita perlukan sesuai dengan peminatan kita dapat kita peroleh dengan mudah. Semua penjelajahan kita nyaris tanpa bergeser dari tempat duduk kita di rumah atau kamar masing-masing.
Semua aktivitas hidup kita berada dalam dunia yang semakin sempit. Mulai dari belanja sayur dan telur, sampai transaksi bisnis kelas multinasional, dapat kita kendalikan langsung di dapur masing-masing. Bertemu dan berbicara dengan tetangga sebelah rumah sampai mengetuk pintu rumah orang asing, di negara yang berada di sebrang globe bumi kita, cukup hanya dengan satu jari saja. Kita membangun budaya virtual dan akses serba digital. konon kita memang perlu beradaptasi dengan teknologi dan industri 4.0.
Kelak orang akan mengenal sejarah , dan menandai jaman kita saat ini sebagai budaya online, meskipun sebenarnya sebagian orang mungkin masih belum dapat mendapatkan akses secepat dan semudah ini. Sebagian mungkin malah semakin tertinggal jauh dan tetap tak terjangkau, tertinggal baik dari relasi online maupun akses informasi.
Walaupun bumi dan dunia berubah, hal yang menarik perhatian kita sebenarnya mungkin tidak terlalu banyak berubah. Urusan kita juga tak jauh-jauh dari pemenuhan kebutuhan dasar manusia, seperti makan dan minum, belajar, berbisnis, berelasi dengan manusia lain, mencipta atau berkreasi dan menjalani hidup bermasyarakat dan menemukan kebahagiaan.
Ukuran kebutuhan setiap orang juga mungkin tidak terlalu jauh dalam kontennya. Bahkan mungkin tak menunjukkan kemajuan dalam perkembangan kemanusiaan berabad sebelumnya. Yang berubah bisa jadi hanyalah cara memenuhi kebutuhan dan bentuk kreatifitas yang muncul dari keinginan manusia tersebut.
Jika jaman the simpsons, perlu berburu dengan menunggani dinosaurus ke tempat yang jauh dan membawa kapak untuk menangkap binatang, maka sekarang perlu membawa kartu atau mengingat kata kunci untuk melakukan transaksi jual beli. Mungkin ada beda jenis kecerdasan untuk menaklukan alam prasejarah dengan kecerdasan di abad kontemporer saat ini. Tetapi apa sebetulnya yang benar-benar bertumbuh sebagai manusia? Apakah benar jaman kuno lebih terbelakang dengan jaman sekarang?.
Mengapa peninggalan manusia purba dan kebudayaan manusia ribuan tahun lalu tidak dapat diduplikasi saat ini. Tapi disisi lain, semua gambaran sejarah yang kita ciptakan saat ini, hanya bentuk lain dari duplikasi sejarah manusia jaman dulu. Jangan-jangan kita hanya memutari waktu saja, seperti dunia kita yang terus berotasi dan berevolusi pada titik poros yang telah ditentukan. Dengan kata lain, kita hanya jalan di tempat dan mengulang waktu yang mungkin pernah dikunjungi oleh nenek moyang kita dulu. Sementara itu gen kita masih mengingat dengan baik, semua kenangan, kreativitas dan arah perjalanan hidup kita yang berputar pada poros yang sama.
Bandung, 16 Oktober 2020