Ekspresi Cinta Salah Fokus

Iip Fariha
4 min readNov 15, 2021

--

#serialpernikahan

Apakah cinta itu memiliki, memberi atau menguasai? Cinta lebih tepat kalau dimaknai sebagai menerima dan membebaskan.

Photo by Han Chenxu on Unsplash

“Kenapa sih istriku gini-gini amat?”, Anto seringkali jengkel dengan perilaku istrinya yang menurutnya keras kepala, kurang patuh, tidak beretiket, murahan, dan lain-lain kriteria yang dia sematkan padanya. Ia masih bisa menahan diri untuk tidak mengatakan label itu pada saat jengkel. Bagaimanapun ia mencintai istrinya yang cantik dan rajin ini. Namun tak kurang hatinya gelisah, cemas dan selalu saja ada peristiwa yang membuat mereka berkonflik. Praktis sepanjang usia pernikahannya selama 5 tahun ini, hatinya lebih sering kesal dan merasa telah salah memilih istri.

Dalam kebisuannya, Emy istrinya, tak kalah gelisah. Emy sebenarnya juga menahan amarah terhadap sikap suaminya yang menurutnya egois, selalu mengatur dan mengurus hal-hal sepele menjadi perkara besar. Terkadang ia ingin pulang saja ke rumah orang tuanya yang lebih menerimanya. Ia belum tahu apa yang akan dilakukannya nanti kalau bercerai. Toh selama ini ia hanya ibu rumah tangga, tidak pernah bekerja menghasilkan uang. Apalagi ia memiliki dua orang anak yang masih balita. Pekerjaan domistik sudah sangat menguras tenaganya dan ia juga merasa terjebak dengan kegiatan rutin yang membuatnya tidak berkembang. Bukan hanya ia menjadi semakin kuper dari pergaulan sosialita, terputus dengan teman-temannya dulu, ia juga merasa kurang memiliki harga diri dengan perlakuan suaminya.

Lain lagi kisah Mia dan Yusuf di kota berbeda. Yusuf selalu saja salah tingkah saat istrinya ngambek, ia tak mengerti apa yang penting dan tidak dalam urusan rumah tangga. Ia mengijinkan istrinya bekerja hingga mencapai karier yang baik di perusahaan asing, bahkan memiliki posisi lebih tinggi dari jabatannya sebagai PNS. Mia seorang yang cerdas, mudah bergaul dan tergolong efesien dalam mengatur urusan rumah tangga. Dengan keuangan yang mapan, mereka tak terbebani dengan pengeluaran rumah tangga. Mereka memiliki rumah sendiri dengan asisten rumah tangga, dan supir. Sepertinya mereka akan menjadi keluarga bahagia. Pekerjaan di kantor juga dibantu dengan staf dan sekretarisnya. Satu hal saja yang membuat Mia selalu uring-uringan, ia merasa suaminya tidak cukup berpenampilan dan kurang abisius dalam mengejar karier. Kenapa dia tidak seperti suami kawannya, kariernya melesat, masih muda sudah bisa menjadi komisaris sebuah perusahaan BUMN. “Kenapa?, kenapa tidak keluar saja dari PNS kalau memang terhambat?” begitu pikirnya.

Yusuf tidak pernah mengeluhkan pekerjaan atau penghasilannya, ia bukan tak berprestasi di Perguruan Tinggi tempat dia bekerja, ia juga seorang dosen muda yang disegani. Terkadang ia ingin memukul istrinya, kalau saja tak sadar bahwa ia seorang pendidik. Dikepalkan tangannya dan berusaha menarik napas panjang, lalu ia pergi menghindari omelan istrinya. Sementara ia ngeluyur ke luar atau ngobrol dengan teman-temannya sambil ngopi di cafe, istrinya semakin senewen karena menganggap dia tak peduli dan egois. Rumahnya yang indah tak lagi nyaman walaupun sekedar duduk melepas lelah sore hari.

##

Seringkali harapan mendahului pengamatan konkrit tentang sosok yang memang sangat diharapkan. Adalah wajar ketika pemikiran dikuasai oleh kriteria ideal yang muncul secara subjektif, maka kekecewaan akan muncul seiring dengan tuntutan atau standar yang belum terpenuhi. Apapun yang terlihat, bila tidak cocok dengan kriteria dalam pikiran subjektifnya akan ditolak. Memang apa yang dapat diharapkan dari seseorang?, Meskipun dia adalah suami yang dicintai?, Apa yang dapat kita miliki dari seorang perempuan, walaupun ia istri yang disayangi?. Mungkin ada yang membantah saya dengan mengatakan bahwa harapan itu adalah hal wajar dan biasa saja. Bahkan mungkin ada yang menganggap bahwa harapan tanda perhatian dan cinta.

Karena harapan adalah sebuah standar, dan kekecewaan adalah ketika kita gagal membawa standar itu dalam alam realitas yang tidak selalu dapat kita kendalikan. Jadi mengapa mengharapkan sesuatu yang tidak ada dalam kendali kita sendiri?. Memaksakan sesuatu terjadi sesuai harapan pribadi adalah tindakan mengendalikan situasi. Kita menyangka, semua hal dapat kita atur, bahkan tindakan diri sendiripun nyatanya sulit dikendalikan.

Sebaliknya penerimaan adalah tindakan logis menyadari realitas yang ada walaupun mungkin hal itu menyakitkan atau tidak sesuai dengan keinginan. Bagaimanapun lebih masuk akal melihat secara objektif seperti apa adanya, sehingga mungkin bahkan kita dapat menemukan banyak hal baik dan positif yang tidak pernah kita duga sebelumnya. Lalu dengan demikian, kita bisa saja melakukan pertimbangan yang lebih adil dan welas asih terhadap pasangan.

Kita tidak bicara soal harapan dan cita-cita, apakah hal itu boleh atau tidak, masuk akal atau tidak. Hanya saja kita perlu memahami tentang apakah situasi ada dalam kendali pribadi dan kita patut mengaturnya atau tidak.

Mencintai itu bukan mengendalikan dan menetapkan standar tentang apa dan bagaimana seharusnya pasangan kita, tapi tentang seperti apa adanya dia yang kita lihat pada pertama kalinya. Melihat pada pertama kali dimaksudkan tanpa ada pengharapan apapun, atau kriteria apapun yang seringkali berasal dari perbandingan dan standar pribadi. Melihat hanya dengan mata yang jernih tanpa kaca mata berwarna pilihan kita, atau dibatasi dengan kaca mata kuda. Sikap judgemental memang membuat kita tidak nyaman, termasuk diri sendiripun tak senang dengan penilaian atau sebuah label yang membuat kita dikotak-kotakkan pada kriteria orang lain tersebut.

Jadi Mungkin Anda membayangkan seseorang berdasarkan persepsi ideal bawah sadar Anda yang dikuasai keinginan atau ego pribadi daripada ekspresi cinta yang dimaksudkan. Cinta itu bukan memiliki tapi membebaskan, cinta itu penerimaan bukan pengharapan. Jadi apakah Mia dan Yusuf tidak saling mencintai? Atau Anto salah dalam memilih Emy istrinya?

Mereka salah fokus dalam mengekspresikan cinta, mereka mengendalikan pasangannya dan menciptakan kriteria baru tentang apa yang pantas dan tidak. Mereka lupa bahwa pikiran dan tindakan sendirinyapun memerlukan pengawasan dan pengendalian agar tidak dikuasai oleh standar egoistik atau standar lingkungan yang tidak masuk akal.

Ada peribahasa mengatakan bahwa, rumput tetangga selalu lebih bagus dari rumput halaman sendiri. Bagaimana bila kebetulan kita tak tahu mengurus rumput, atau memang tidak ada halaman yang bisa ditanami rumput, tentu akan lebih iri lagi terhadap tetangga sebelah. Naah… Mana yang perlu kita urus sebenarnya?

Bandung, 15 November 2021

--

--

Iip Fariha
Iip Fariha

Written by Iip Fariha

Psikoterapis, marital konselor, praktisi psikodrama

No responses yet