Brondong memimpin alumni
Siapa yang suka brondong?. Jangan menjawab dulu sebelum membaca tulisan ini sampai selesai.
Mungkin ada yang tak suka dengan judul itu dengan alasan merendahkan tapi jadi kepo baca. Yes, kalau judul aneh-aneh memang eye cathing maka tulisan ini cukup layak dibaca. Meskipun tulisan ini sekedar catatan pribadi, ijinkan saya berbagi dan bercerita dengan meloncat-loncat sesuai ingatan saya pada situasi yang membuat saya menuliskan kisah hari ini.
##
Suatu hari, di sebuah ruangan aula Fapsi Unpad yang fenomenal itu, Saya disalami oleh seorang dosen senior yang kala itu kami “sungkani”. Saya sebut saja demikian, agar tidak disalahfahami sebagai dosen killer, karena sepertinya istilah itu sarkastik bagi saya, tapi memang begitu adanya bagi kebanyakan mahasiswa. Hari itu saya resmi lulus dari Fakultas Psikologi Unpad dan berhak menyandang gelar “Psikolog” dengan sebuah sertifikat yang mengukuhkan gelar itu sah secara akademik. “Selamat ya Iip, mulai hari ini kita bermitra dan kamu sudah melakukan sumpah dengan kode etik seorang profesional”. Saya tak sanggup menjawab apapun, kecuali ucapan terima kasih.
Anda mungkin tak akan membayangkan, dalam keseharian kami di kampus Psikologi Unpad, satu hal yang selalu kami banggakan adalah ketika kami boleh menyebut dosen-dosen kami dengan sebutan “Mas”, “Bang”, “Mbak”, “Ceuceu”, “Akang”, selain tentu saja ada yang kami panggi dengan “Ibu” dan “Bapak”. Walaupun lembar tugas kami di banting ke lantai, atau ada diantara kami yang diusir keluar kelas karena melanggar kesepakatan kuliah, bahkan nilai kami bisa saja D atau E tanpa ampun. Padahal saat kami rehat di kantin, kami bisa kembali salaman dan cengengesan dapat traktiran es jeruk. Ya, sore itu saya mendapatkan traktiran es jeruk segar, setelah sebelumnya laporan diagnostik yang menakutkan itu habis dioret-oret karena menggambarkan orang normal dengan cara yang absurd, abnormal, split personality. “Nanti dibenahi lagi laporannya ya!”, celetuk si Abang, dengan santai dan senyum menawan.
Anda juga mungkin tak akan heran, ketika kami duduk-duduk dalam suatu forum dengan berbagai angkatan, kami saling menghargai dan sekaligus bisa saling meledek tanpa merasa hal itu sebagai perundungan yang berakibat pada perusakan citra diri. Saya rasa walaupun selalu saja ada yang marah, pundung atau ngomel di belakang. Hemm.. namanya juga manusia, selalu ada salah dan khilap. Tetapi budaya menghormati dan menjaga peran yang sesuai dimana kita berada, menempatkan diri dalam konteksnya, membuat saya selalu respek pada Guru, profesor, kaka tingkat juga pada adik kelas dan anak-anak mahasiswa yang tentunya masih sedikit takut dan malu melibatkan diri dalam lingkup pergaulan lintas angkatan. “Saya mohon, ketua tidak perlu membahas ulang bagian itu, kita semua sudah paham saya rasa. Mari kita lanjutkan saja pada bab berikutnya tentang mekanisme pemilihan ketua senat”, protes seorang kakak kelas yang terkenal galak memotong pembicaraan saya, kala saya memimpin suatu sidang di kampus. Saya tahu muka saya agak merah, tapi saya mungkin juga lupa, di depan saya duduk melingkar lintas angkatan. Beberapa orang kakak tingkat termasuk yang protes itu, tentunya sebentar lagi dipaksa lulus karena kelamaan mondar mandir di lorong kampus. “Mungkin dia datang kesini, refreshing habis kena seprot dosen pembimbing”, pikirku. hi hi hi…
Nah, sekarang bayangkan suatu forum rapat akbar yang dihadiri oleh profesor, doktor, senior, guru besar, pejabat, mantan pejabat, para pembesar yang berpangkat, mahasiswa, brondong dan adik-adik kelas yang masih culun sampai yang paling bontot dan yang tampak sedikit “bloon”.. hehe.. Ini istilah saya untuk anak yang masih sangat mudaa… sekelas anak-anak saya.
Oh ya, sedikit soal ‘bloon’ ini, sayapun mungkin masih di posisi bloon ini kalau mengacu pada guru-guru saya yang sudah pensiun dan profesor ini, mengingat pengalaman, pengetahuan, dan pencapaian prestasi dan karya bakti beliau. Tapi istilah itu tidaklah dimaksudkan untuk meledek dan menyakitkan hati, tetapi untuk membuat kita mengerti bahwa selamanya kita adalah pembelajar.
“Ih kamu hebat sekali Ip, Saya mau ikutan wokshopmu ya”, sapa seorang mantan dosen. Itu bukanlah sekedang kata-kata kosong sanjungan seorang guru pada saya sebagai mantan mahasiswanya. Guru-guru kami, kalau memang perlu disebut sebagai mantan dosen, adalah selalu semangat belajar dan memberi kami sesuatu yang membuat kita perlu terus belajar dan belajar. Saya sering sekali berada dalam satu forum belajar dengan profesor penguji sidang S2 saya dulu. “Ah Ibu, saya salut selalu dengan semangat belajar dan kerendah- hatianmu”.
Kita mestinya secara alami akan makin pintar dan bijak saat wawasan dan umur bertambah, namun ada yang lebih cepat pintar karena kerja keras dan memang anugrah Tuhan pada orang ini yang kita sebut memiliki bakat khusus. Nah, saya melihat betapa sekat usia, gelar, posisi, dan pencapaian akademikpun lebur dalam forum alumni.
Diskusi ini menghadirkan memori kami tentang bagaimana belajar tenggang rasa, menyampaikan pendapat dengan santun. Bermusyawarah dan mufakat adalah belajar mendengarkan pandangan orang lain dan menerimanya walaupun hal itu bertentangan dengan keinginan pribadi. Membicarakan kandidat jagoannya, tak perlu sungkan memuji atau menunjukkan sisi kurang yang perlu diisi dan didukung sebagai bagian dari kemanusiaan itu sendiri, tanpa menghakimi dan memberikan cibiran sinisme yang sempit dan merendahkan. “Idaman emak-emak, dimariiiihh”, celetuk kawan di grup angkatan 90 mengiringi foto salah satu kandidat. “Ayeee brondonggsss…”, kata yang lainnya. Sebelumnya kami kasak kusuk mengecek jejak digital brondong ini di medsos mereka, dan membicarakan sisi kelebihan darinya yang berakhir pada pujian dan sanjungan. Saya tetap menayangkan daftar voting untuk diisi kawan-kawan angkatan agar setiap orang diberi kesempatan untuk memilih siapa juaranya.
Saya dan 4 orang kawan lainnya, Ninin, Dudi, Aya dan Malla mewakili angkatan untuk hadir di forum pemilihan ketua Ikatan Alumni Psikologi Unpad periode 2020–2024. Tetapi kami juga ngobrolin orang-orang di balik layar rapat online, untuk memastikan semua aspirasi angkatan dapat disampaikan dengan baik dan tepat. “Bentar ya, jangan dulu kasih pendapat, kita sepakati dulu ya”, sahut Malla sang ketua angkatan. Sebagian obrolan Bu Doktor Ninin diselingi curhatan pula. Kami mulai mengantuk, sakit telinga dan mulai mencari cemilan. Saya ijin pindah ke webinar lain untuk membahas klaster kasus covid bersama para psikolog klinis lain di ruang gawai yang berbeda.
Saya bersyukur menjadi bagian dari keluarga ini, hingga sampai malam larut ibu dan bapak yang secara usia sudah lanjut masih tetap semangat, bagi kami bukanlah hanya soal usia yang tak etis disebut-sebut, tetapi hormat kami kepada senior adalah pembelajaran agar kami juga bisa membimbing adik-adik kami yang masih brondong bukan dengan mengajarinya, tapi dengan menghormatinya dan memberinya kepercayaan. Adik-adik yang karena kebetulan saja kuliah lebih lambat dan usia lebih muda, bukanlah berarti tidak memiliki kebijakaan, kecerdasan, dan pengalaman. Bahkan bisa saja mereka melesat melebihi kakak seniornya. Dan kita bangga akan hal itu, bangga memiliki senior yang mengayomi, rekan yang saling menghormati, adik yang bersemangat dan berbakat.
Ternyata ketua Ikatan Alumni Psikologi Unpad yang baru adalah dua orang brondong yang keren, cakep dan cakap, juga sholeh dan berbakat. Suatu bukti bahwa forum kebersamaan, budaya organisasi ini memang layak dijaga. Tak sia-sia, mantengin layar dari sore sampai malam menjelang, diselingi nyanyi-nyanyi dan tegur sapa dengan senior dan mendengarkan kekerenan adik-adik angkatan. Serasa masa depan hampir tanpa kabut, kita menemukan bintang harapan masa depan negeri. Ikatan dan budaya organisasi ini sedikit menghibur ditengah hiruk pikuk menyesakkan dada problem negri kita Indonesia. Mari kita fokus mendukung ketua baru Ikapsi Unpad, agar dapat bekerja sesuai dengan amanahnya, jangan lupa berdoa, agar Allah membimbing kita.
Selamat untuk Andi Wiryanto ( Psi Unpad’96) dan Irfan Aulia (Psi Unpad’01) yang sudah terpilih sebagai Ketua dan Wakil Ketua Ikatan Alumni Psikologi Unpad periode 2020–2024 melalui proses pemilihan musyawarah mufakat pada acara ngariung ikapsi 7 November 2020. Terima kasih pada seluruh pengurus sebelumnya, Ikapsi unpad 2016–2020, Panitia penyelenggara yang keren juga Civitas Akademika Fapsi Unpad.
Bandung, 8 November 2020