Bosen Geten Webinar
Refleksi diri serba serbi bertemu di awang-awang dalam kegiatan serba online
Hari ini, untuk kesekian kalinya kita akan melakukan webinar. Rasanya mulai bosan untuk terus memencet link yang itu-itu juga setiap hari. Sampai kalender kini berisi no ID dan pass word serta jam tayang pertemuan di awang-awang.
Tapi tunggu dulu, meskipun istilah webinar sudah sangat beken, tetapi ternyata milik merk yang tak bisa sembarangan kita pakai, kita pergunakan gelar tikar online saja alias GETEN bagaimana, setuju nggak?. Sebagian kawan mengusulkan semiring alias seminar daring, atau mungkin kuring alias kuliah daring. Temen-temen tidak asing dengan istilah kuring yang merupakan kata bahasa sunda artinya ‘saya’. Mumpung masih belum ada yang mematenkan istilah, cobalah bikin istilah aneh dan seru, barangkali kita bisa menambah kosa kata bahasa Indonesia. Tapi jangan pakai nama Kuring, sepertinya ini sudah melekat dengan nama Kang Asep Haerul Gani sebab murid kuringnya sudah lebih dari angka seribu deh.. belum yang ngintip saja melalui di medsos, dipastikan tak kalah banyak dengan ustadz sejuta umat.
Bagaimana kalau Kulon, kuliah online, atau kulzoom karena kebanyakan kita menggunakan zoom untuk pertemuan di awang-awang itu. eh bisa juga Tewang, Tepang di awang-awang. ah bagus juga, silakan pilih saja mana yang suka dan cocok.
Nah, saya mau bikin istilah baru namanya gelar tiker onlen alias Geten. Geten pisan laah… urang sunda mah pasti ngerti, geten artinya rajin. beneran kita semua sedang rajin kerajingan bahkan mungkin bila definisi adiksi dengan mengacu pada jumlah waktu penggunakan gadget, kita mayoritas mulai adiksi kegiatan serba online. Untungnya, karena dalam situasi masih abnormal, maka kita tak bisa lagi menggunakan kriteria itu. Yang jelas, kuliah pan memang kudu rajin, kebetulan sekarang tak ada cara lain selain online. Bosen sih.. tapi bagaimana lagi. Saya bukan mahasiswa saja, sudah memerlukan kegiatan ini untuk aktivitas workshop, pertemuan organisasi, diskusi kasus dan lain-lain. Apalagi bagi mahasiwa yang memang kegiatannya melibatkan transfer ilmu, kegiatan literasi dan diskusi.
Bagaimanapun kegiatan online itu ternyata memerlukan ekstra usaha, berhubung kita belum semua mampu move on menjadi warga kelas industri 4.0 yang melek teknologi serba digital dan mengandalkan hidup dari jaringan internet atau satelit. Banyak dari kita masih perlu berjibaku dengan Hape jadul dan minim quota internet. Kegiatan webinar eh GETON beneran jadi susah. Maka Geton itu gak asyik banget. Sudah istilah yang saya pakai ini juga aneh tetapi menampilkan rasa bahasa yang pas bagi urang sunda jadul mah. “Geton pisan euy! artinya rajin pisan, maneh!”.. ah ini bahasa gaul. Gak usah di tiru ya.
“Just kidding atuh”.
Kalau saya cek, jadwal kuliah online, kulon teh memang kacida geton na. Saya rajin banget kuliah di awang-awang menggunakan zoom baik sebagai peserta atau mengisi acara. Ini dibandingkan sebelumnya mungkin saya bukanlah orang yang senang tampil di panggung, sampai-sampai ada yang nyolek saya, dan mengatakan saya miss webinar. Ah tentu saja itu berlebihan.
Tetapi tak saya pungkiri bahwa awal mula saya membuat video dan melakukan pertemuan langsung berinteraksi secara tatap muka online dilakukan sejak pandemi ini. Sesuatu yang baru dan bagi saya justru menjadi satu-satunya cara melanjutkan aktivitas normal. Dan inipun sesungguhnya juga terjadi pada hampir semua orang yang memerlukan kegiatan pertemuan dengan orang lain, seperti dengan mahasiswa, dengan dosen, dengan keluarga, teman, rekan kerja di kantor, dan lain-lain. Memangnya ada cara lain, kan kita sedang berusaha berjarak demi keselamatan dan keamanan. Masa iya rapat 50 orang di lapangan sepak bola, terus kita pakai faceshield, masker dan Toa. Terus gogorowokan kitu? atau ngobrolnya pakai telepon? ah sama aje.. ngabodor. New normal itu berubah kawan, ayolah.. saya sudah pernah menuliskan hal ini pada tulisan sebelumnya tentang the new normal is a change.
Menengok jadwal online yang padat, terkadang masih perlu berjibaku dengan aktivitas rutin di rumah dan dukungan gadget dan sinyal internet ditambah kemampuan teknis menggunakan teknologi. Semua ini adalah proses pembelajaran baru dan luar biasa, sehingga bermunculan seminar mengenalkan hal teknis ber zoom ria. Kita memang dipaksa belajar menggunakan papan tulis online, mengelola pendaftaran, pendataan dan interaksi online dengan peserta kegiatan termasuk bagaimana merekam, menyimpan data, mendistribusikan dan mengamankannya dari kemungkinan penggunaan yang melanggar etika.
Saya bahkan baru menyadari, bagi psikoterapis, kita juga bahkan menata ulang ruang konseling yang mendukung proses terapi, selain perlu mudah dikenali tapi juga sesuai dengan relevansi terapi itu sendiri. Kabar baiknya, saya mulai terbiasa dengan telekonseling dan bila perlu teleterapi.
Iseng-iseng mengamati peserta kulzoom, sebagian juga ada yang mulai menambahkan dengan menampilkan citra diri melalui background virtual, baik secara resmi untuk kepentingan organisasi maupun citra diri personal. Dan ternyata hal ini juga tidak sederhana, karena kita perlu membuat desain gambar, yang berarti keterampilan baru menggunakan aplikasi teknologi yang selama ini hanya milik orang-orang media publikasi atau desain. Tentu saja kita juga sekarang belajar menampilkan slide presentasi yang lebih oke.
Sebagian pengajar yang sudah terbiasa di depan kelaspun masih perlu move on untuk tidak lagi menggunakan tulisan panjang lebar di layar. Aduh pak, hari gini, menatap layar kecil di hape saja sudah sulit, ditambah tulisan penuh kecil-kecil, ditambah suaran dan gambar tak koheren akibat pengiriman infomasi terkendala sinyal. Maka ini menjadi bab tersendiri untuk belajar membuat presentasi yang full colour, singkat, padat, bila perlu cukup 10 slide saja. Belum lagi cara kita berbicara, ada yang terbiasa nyerocos saja gak peduli audien dengar atau putus koneksi.. hi hi hi… Mari belajar membuat desain presentasi.
Dukungan aplikasi tak berbayarpun menjadi favorit baru dan kita semua dengan penuh semangat mengutak atik aplikasi semacam canva, sebagai permainan baru. Ini semua sebagai keniscayaan untuk menanggapi kebutuhan yang semuanya serba dadakan ini. Tetapi ini sungguh layak untuk disyukuri. Seperti tiba-tiba saya membuat e-book dengan lay out, desain gambar, penyuntingan, dan lain-lain dilakukan secara mandiri. Maka kawan-kawan yang memahami teknologi, desain dan media menjadi kawan akrab tempat kita curhat untuk mengatasi hal-hal sepele yang bagi kita sesuatu yang luar biasa.
Kegiatan pertemuan di awang-awang jelas menciptakan kreatifitas baru, kompetensi baru dan membuka akses untuk terhubung dengan orang-orang baru, yang bukan hanya baru berkenalan, tetapi juga berasal dari tempat yang sebelumnya tak terpikirkan untuk kita kunjungi.
Seperti saya tuliskan dalam tips diawal pandemi dulu, tentang tetap sehat dan bahagia, maka tetap terkoneksi menjadi suatu cara untuk membuat kita tetap waras, dan hal ini juga membuat kita menjadi terus belajar, menambah ilmu dan keterampilan baru, kreatifitas, dan memiliki makna yang lebih baik dalam menghadapi situasi pandemi yang tidak pernah bisa kita paksa untuk segera berakhir.
Fokus pada apapun yang berarti dalam hidup kita, bahwa semuanya suatu hari pasti akan berlalu juga. Kita akan selalu mengingat pengalaman kita dalam 5 bulan terakhir ini, mungkin ada yang masih terus berproses dalam situasi yang tidak selalu menyenangkan. Tetapi apapun itu, semua ini tidaklah permanen. Suatu hari nanti kita akan mengenang pula apa yang pernah kita lewati ini dan merasa bersuka cita telah berhasil melewatinya.
Secara khusus saya selalu menyelipkan doa dan penghargaan bagi kawan-kawan kita tenaga medis. Sebagian mungkin paling merasakan suasana perasaan keputus asaan sekaligus harapan dan suka cita atas setiap keberhasilan mereka menghadapi masa yang sulit ini. Bagi saya yang semuanya didominasi hidup serba di awang-awang, juga masih terasa semuanya bagai mimpi dalam tidur siang. Mari kita terima dan jalani dengan baik saja sebagai sifat dari segala sesuatu, sebagai bagian dari kehidupan. Semoga hidup kita yang sekali ini tetap berharga dan bila akhirnya matipun, tetap tercatat dalam kesyahidan.
Bila kita akhirnya dapat kesempatan hidup lebih lama, toh semuanya akan berlalu juga. Pada saatnya rasa kangen ini akan tersampaikan, kita akan bertemu langsung dan memeluk semua orang yang kita cintai. Semoga.
Bandung, 24 Juli 2020