Belanja, Uang dan Keluarga
Semua hal tentang uang, salah satu potensi problem atau inspirasi kebahagiaan keluarga
Saya menduga umumnya perempuan (mungkin juga laki-laki juga) suka berbelanja, ya belanja bukan barang haram, transaksi ekonomi adalah hal lumrah, salah satu aktivitas manusia bermasyarakat. Belanja menimbulkan rasa senang, belanja membuat otak kita memproduksi dopamin yang membuat rasa bahagia. Belanja bulanan atau belanja untuk memenuhi gaya hidup menyangkut daya beli, standar ekonomis, dan lingkungan sosial yang meliputinya.
Pengelolaan uang saat ini juga berkaitan dengan nilai produktifitas tentang siapa yang menghasilkan uang. Pada pola keluarga terbuka dan modern suami bukan satu-satunya yang mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan keluarga, nafkah memang masih menjadi kewajiban suami, namun istri juga sering ikut bertanggung jawab mengelolanya. Mengelola keuangan termasuk bagaiamana uang dibelanjakan, pengaturan dana kesehatan, pendidikan, rekreasi atau disisihkan sebagai tabungan dan investasi.
Adakalanya uang menjadi sumber konflik keluarga, seorang istri memiliki uang sendiri karena pendapatan dari profesi atau jasa atas ijin suaminya, lalu ia mengatakan, “uangku adalah uangku, uangmu juga uangku” sementara suami juga bersikukuh untuk mengelola urangnya sendiri karena menganggap istrinya sudah dianggap mandiri dan tak membutuhkan dukungan finansial darinya. Salah penyebab konflik suami istri karena kurangnya keterbukaan, kesenjangan jumlah uang yang dikelola serta pembagian tugas-tugas domistik dan publik yang saling bersimpangan dengan kegiatan mencari nafkah. Pemicu konflik juga terkait untuk apa uang itu dipergunakan, berapa yang wajar dikeluarkan, apakah perlu dibicarakan atau menjadi hak masing-masing.
Kesepakatan dalam pola pengelolaan uang memang perlu dibicarakan sejak awal pernikahan. Sebagaimana pembicaraan tentang siapa yang bekerja, apakah istri bisa dan disepakati boleh bekerja juga dan bagaimana mengatur tugas domistik, publik, mengasuh anak, pendidikan, pertemanan, piknik dan keluarga besar. Pada keluarga tradisional yang dilingkupi budaya agama (Islam), seringkali posisi istri tidak terlalu dominan untuk bertanggung jawab terhadap keuangan, namun istri memiliki otoritas dan dapat mengelola penghasilannya sendiri. Pada dasarnya istri dapat menggunakan uangnya pribadi plus uang suaminya, tetapi istri juga dapat mendukung suami dengan uang pribadinya. Uang istri untuk mendukung keluarga akan dinilai sebagai ekstra pahala bagi istri, sedangkan suami bernilai kewajiban.
Ketika istri juga mampu menghasilkan, terkadang hal ini menjadi bantuan yang berharga saat situasi krisis, bila tiba-tiba suami berhenti bekerja karena alasan sakit, pensiun, terkena pemutusan kerja. Tidak semua keluarga atau istri siap menerima perubahan tersebut. Bagi salah satu pihak tidak mampu menghasilkan, jelas sekali keuangan menjadi sumber masalah terutama Terkadang juga disertai ketidaksiapan menghadapi masa atau situasi tersebut, atau kegagalan dalam mengatur keuangan dan mengantisipasi situasi darurat.
Pensiun, masa tua dan kurang produktif sebenarnya sudah dapat diramalkan, sehingga lembaga konsultasi keuangan sering ikut terlibat dalam membantu keluarga merencanakan pengelolaan uang di masa tua. Bila hal-hal seperti ini sudah dipersiapkan, setidaknya memang ada upaya pengontrolan dan komunikasi dalam mengelola uang keluarga. Hanya saja, tetap saja situasi dalam kehidupan kita tidak selalu melulu mengatur uang, bisa saja karena terkait jumlah yang terbatas, ambang kesenangan yang terlalu tinggi atau tidak realistis, gaya hidup dan kebutuhan sosial masyarakat terkait sumber dan penggunaannya. Jumlah saja tak selalu menyelesaikan masalah, beberapa kasus terkenal perceraian pada orang kaya juga terkait dengan masalah keuangan.
Uang sebagai indikator dari pemenuhan kewajiban nafkah memang isu penting. Berdasar pada teks agama (khususnya Islam), nafkah secara khusus tercantum di buku pernikahan dan di bacakan sebagai janji pernikahan. Berbeda dengan urusan lain, uang sebagai refresentasi dari harta juga akan ditanya tentang dari mana asalnya, dan bagaimana menggunakannya. Secara praktis bagaimana kita memperolehnya, bagaimana membagi kebutuhan sesuai dengan penghasilannya, bagaimana mengelola alokasi keuangan, memilih keinginan dan kebutuhan, dan seterusnya.
Sering kita mendengar, bahwa uang tidak dapat membeli kebahagian, namun kita pelru uang untuk mencapai kesejahteraan dan kepuasan hidup lalu menjadi bahagia. Uang menjadi jalan untuk mendapatkan standar kesehatan, kesejahteraan, pendidikan dan kontribusi bagi lingkungan. Uang menjadi ukuran walau sebenanya ia hanya alat tukarnya saja. Alat tukar yang kemudian menjadi benda yang menjadi ukuran. Seharusnya uang adalah nilai tambah yang kita punya yang kita tukar dengan nilai yang kita dapatkan. Uang itu hanyalah nilai pengganti atas suatu objek yang kita tukar. Keyataannya kita sering kurang menghargai objek yang ditukar dan lebih menginginkan nilai uangnya. Kita menganggap uang itu pada akhirnya yang lebih bernilai. Uang memang untuk membeli barang, seolah segala sesuatu bisa dibeli dengan uang. itu ada betulnya juga, tetapi tidak segala hal perlu kita beli.
Jadi, sekarang kita sering mencari uang untuk mengisi dompet kita, karena hampir segala hal perlu ditukar dengan uang. Ketika uang itu tersedia, kita masih perlu memilah kebutuhan vs keinginan agar uang tak keluar bukan sebagaimana harusnya. Anggap saja kita tahu mana kebutuhan dan mampu menunda keinginan, pengelolaan uang masih memerlukan kebijaksanaan.
Cobalah anda tuliskan, apa sajakah tagihan anda selama ini. Selain kebutuhan dasar seperti membayar tagihan biaya bulanan, adakah utang cicilan belanja, investasi, tabungan, infak, hadiah, biaya sosialita, asuransi, dan lain-lain. Dan coba cek ulang, apakah penghasilan anda memadai untuk memenuhinya? Mungkin ada kebutuhan sehari-hari tanpa melibatkan uang dan dipenuhi dengan cara lain. Apapun itu, kelak Anda akan menyadari aliran uang Anda dari hulu ke hilir, jumlahnya, dan urgensinya.
Saat kita mampu merupakan kebutuhan dengan memanfaatkan uang, terkadang bukan hanya pola kebutuhan saja yang menjadi penting saat ini. Tapi cara berbelanjanya juga berbeda. Saat ini, toko-toko sudah mulai menggunakan fitur online. Pagi-pagi sekali kita sudah dapat mengunjungi toko hanya dengan tekan tombol di tangan. Transaksi bisnis juga melibatkan perputaran uang di Bank kita memiliki cabang lembaga keuangan online di rumah masing-masing. Perputaran uang diwakili dengan perpindahan angka di layar gawai kita. Bila suara bel rumah berbunyi itu tandanya pesanan lengkeng, madu, kurma, roti bahkan obat-obatan, buku, sabun, sepatu, tas dll datang tepat di depan rumah.
Di jaman Internet of Thing (IoT), kita memang melakukan semua hal diatas tombol virtual. Kita nyaris kehilangan koneksi yang sesungguhnya dalam relasi antara uang, barang dan aktor yang menggunakannya. Tentu saja, kita mulai kehilangan rasa untuk menghargai dan memperhatikan seberapa penting kita melakukan transaksi tersebut. Pernahkah anda memikirkan “cara berbelanja” lain bukan dalam arti teknis seperti tadi, tetapi dalam arti relasi yang dibentuk dalam proses transaksinya meliputi jenis barang dan kepada siapa anda bertransaksi sepert pada pasar tradisional. Misalnya memutuskan belanja pada tetangga warung sebelah, memutuskan membeli produk isi ulang, produk lokal, makanan dengan kualitas yang baik meskipun lebih mahal dan sebagainya. Dan pernahkah anda juga memikirkan, bagaimana uang yang kita pakai sebagai alat tukar itu akan mengalir mengikuti proses transaksi ekonomi, tetapi juga aliran rizki dan kebaikan anda.
Satu hal yang menarik dari orang yang memikat hati saya, adalah kebiasaanya untuk berkata, “terima kasih”pada pembeli yang mengulurkan tangannya memberi uang. Pada siapa kita berterima kasih? pada uang yang masuk ke kantong kita, pada orang yang membawakan uang untuk kita atau kepada Sang Maha Pemberi yang mengatur proses transakti orang dan uang ini?
Hari ini saya ingin menuliskan suatu inspirasi ketika saya menuliskan rasa terima kasih saya, pada bon belanjaan, sebagian hanya dalam bentuk ucapan lisan untuk bukti transaksi di wa atau bukti transfer antar bank. “terima kasih telah menjadi bagian dari kebaikan hidup saya, uang itu baik untuk saya dan untuk semua orang. Uang memberi kebahagiaan bagi saya dan orang-orang yang saya cintai. Transaksi ini baik, dan kebaikan ini akan kembali pada saya 7 kali lipat dari yang telah daya berikan pada orang lain”.
Semoga uang dan segala hal yang terkait dengan uang ini tidak menjadi malapetaka dalam keluarga kita, tetapi menjadi sumber inspirasi, sumber kebahagiaan, kemakmuran, keberlimpahan yang datang dari Sang Maha Pengurus alam semesta.
Bandung, 14 Oktober 2021