Photo by Jacqueline Munguía on Unsplash

Bahagia menyongsong pasca pandemi

Iip Fariha

--

Rasa takut terkadang membawa kita pada kesadaran baru, namun melalui proses belajar dan bertumbuh mengantarkan kita pada pribadi yang lebih baik dan bahagia.

Dunia setiap saat memang berubah, berulang kali pandemi dan bencana di dunia hadir menyapa kita, dunia kita berubah lebih cepat. Suka ataupun tidak, ada yang terpaksa maupun dengan kesadaran penuh, kita tetap beradaptasi dengan keadaan ini. Sebagian menunggu aba-aba pihak otoritas, ajakan orang lain, dan meniru teman. Sebagian atas inisiatif melakukan perubahan dalam menghadapi situasi yang tak pernah seorangpun mengira dan mampu memprediksi kemana arah perubahan terus akan berlanjut.

Kehadiran virus adalah kondisi terberi yang nyata dan tak bisa kita tolak. Walaupun lalu dijelaskan dengan teori konspirasi senjata biologis, perang dingin antar negara adidaya, siklus 100 tahunan ataupun sebagai takdir karena kedzaliman manusia terhadap manusia lainnya. Apapun itu, semua manusia, walaupun berbeda ras, agama, bahasa, usia dan dimana kita tinggal mengalami dampaknya bersama-sama.

Gejala umum covid-19 ini secara medis, sudah kita kenal dengan baik, meliputi deman, batuk kering, dan sesak napas. Tampak seperti penyakit batuk, pilek biasa, namun karena dampak klinis dan penyebarannya yang cepat, memaksa prosedur penanganan yang lebih rumit dan mahal. Padahal di sisi lain, serangan virus, sebagaimana jenis lainnya, cukup dapat diatasi dengan daya tahan tubuh yang kuat atau sistem imun yang ada dalam diri setiap orang, bahkan sekali lagi kita menemukan fakta bahwa pasen yang terjangkit ini 80 % juga dapat disembuhkan. Namun penemuan lebih lanjut bahwa pasen yang pernah terkena virus ini dengan perawatan intensif diduga mengalami kerusakan paru-paru dan mengembangkan sindrom gangguan pernapasan akut. Penjelasan medis tentang covid-19 dapat kita peroleh dari informasi https://www.halodoc.com

Masuk akal bukan?, bahwa kehadiran covid-19 ini menjadi teror dan virus bagi pikiran kita sendiri yang semakin negatif. Tanpa disertai pengetahuan yang benar dan sikap yang tepat, akan sulit bagi kita menghadapi situasi yang sampai saat ini masih belum pasti atau memang tak pernah pasti.

Apakah kita punya pilihan yang lebih baik dari ini semua?

Apa yang bisa membuat kita bertahan dalam situasi ini? Pertanyaan ini perlu untuk kita, bila ingin berhasil memenangkan pertarungan dengan selamat, sehat dan tetap bahagia. Kita perlu menyiapkan diri untuk terus maju dan menyongsong masa pasca pandemi.

Ini tentang seberapa kita kuat, seberapa sabar dan seberapa fleksibel daya lenting (adversity) yang kita miliki saat ini. Tingkat kesabaran dan ketawakalan kita sebagai manusia beragamapun sedang diuji. Walaupun tentu saja kita perlu memperhatikan hal ini sebagai sebuah proses. Semua orang mengalami proses penyesuaian diri dalam situasi bencana ini. Anda dapat membacanya kembali pada tulisan sebelumnya: Penyesuaian diri dalam menghadapi covid-19

###

Psikologi Positif yang dirintis Martin Seligman menawarkan untuk menggali/merealisasikan potensi, nilai-nilai dan kualitas positif manusia untuk meraih hidup bermakna, sejahtera dan bahagia. Kebahagiaan diperoleh dengan konsep perma yang dia tawarkan meliputi perasaan yang positif, menemukan suatu ikatan (engagement), memperkuat hubungan atau relasi sosial yang positif, memiliki makna dan tetap mampu berprestasi.

Bagaimana kita mampu menyongsong fase pasca pandemi ini dengan sikap dan prilaku yang membawa pada kebahagiaan kita dan umat manusia?.

Pengetahuan yang benar, membangun pikiran dan emosi positif.

Pengetahuan kita bersumber dari apa yang dapat kita sentuh melalui informasi dan bacaan. Informasi itu dapat bersumber dari hasil penelitian para ahli yang secara personal langsung kita rasakan dan kita lihat melalui media sosial, juga melalui pengalaman aktivitas kita sehari-hari. Namun sebagian besar melalui tafsiran dalam pikiran dan dugaan kita sendiri yang mungkin bercampur dengan harapan dan imaginasi. Sebagian orang yang dirahmati Tuhan tentu juga membagikan penjelasan teks kitab suci, sejarah, hikmah dan pengertian yang mereka miliki dari pemahaman yang datang dari petunjuk dan kebijaksaan ruhani. Apapun itu, kita mampu menemukan banyak sisi dan memadai untuk memberi kita peluang melihat suatu masalah dari sudut pandang yang lebih luas dan lebih dalam. Para tokoh dan ahli beramai-ramai menyebarluaskan informasi ini melalui media dan mengajak kita mendengarkan dan juga terlibat dalam diskusi di ruang webinar. Pengetahuan yang benar dapat membawa kita pada perasaan dan pikiran yang positif. Sejak awal, banyak orang-orang bijak mengingatkan untuk berhati-hati dengan informasi. Hendaklah mencari dan menemukan kebenaran, sebab dengan bekal ilmu yang benar ini, akan jauh lebih mudah bagi kita untuk mengendalikan emosi, dan merenungkan cara-cara yang produktif menghadapi masalah.

Dengan semua fakta yang ada, saya mempercayai bahwa manusia adalah makhluk yang juga memiliki kapasitas untuk melampaui alam, mengatasi situasi dan bahaya yang mengancam hidupnya. Manusia terbukti mampu mengambil jarak dari masalah dan kondisi objektif situasi baik lingkungan luar sebagai masalah bahkan melihat dirinya berada diluar masalah tersebut. Manusia dengan kecerdasannya, mampu menemukan cara dan membangun dunianya dalam situasi yang berubah ini.

Kepedulian, disiplin diri suatu bentuk keterlibatan yang positif.

Situasi lingkungan tidak sepenuhnya dapat kita ubah, tetapi kita dapat beradaptasi dengannya. Namun terkadang ancaman itu juga datang dalam diri kita sendiri, dari kehidupan kita yang paling dekat, pikiran kita atau syahwat kita. Bisa jadi perjuangan memang diawali dari melawan ketidakpedulian, membiarkan diri dalam kelalaian atau pengabaian seperti sikap penolakan, tidak kooperatif atau tidak disiplin.

Berapa banyak dari kita juga tidak merasa penting untuk merubah pola hidup dan protokol kesehatan, merasa bahwa semua akan kembali normal seperti sebelum covid-19 datang. Berapa banyak dari kita juga masih berangan-angan layaknya berpengharapan secara berlebihan tentang kehidupan yang baik-baik saja dan cukup dengan menunggu atau bersikap pasif. Sebagian mungkin memilih mencari pembenaran atau melayangakan kemarahan pada kambing yang berwarna hitam, seolah kambing putih juga tidak berpeluang berbuat salah. Melawan diri sendiri bisa jadi lebih berat daripada melawan musuh dari luar. Seberapa kita menyadari diri sendiri dan mau segera move on dan terlibat dalam situasi ini?.

Kepedulian itu diawali dari menjaga diri, berbelas kasih pada diri sendiri untuk misalnya berdisiplin pada prosedur keselamatan, kesehatan, kebersihan. Mengubah pola hidup dan mungkin bahkan orientasi dan tujuan-tujuanya selama ini. Dalam pandangan hidup yang lebih filosofis, kita akan mengukur segala sesuatu berdasarkan tingkat kepentinganya. Yang pertama adalah kebutuhan yang memang perlu dipenuhi seperti makan dan kesehatan, lalu keinginan yang tidak terlalu mencukupi sebagai syarat hidup, dan tidak akan menganggu hidup umumnya, sekedar kesenangan dan rekreasi, lalu memilih hal-hal yang relevan dalam konteks kepentingan kita sebagai manusia dalam peran kita yang kita mainkan. Mobil misalnya saat ini tidak lagi relevan bagi orang yang lebih baik tinggal di rumah, tetapi dapat menjadi alat penting bagi orang yang bekerja dalam mengurus distribusi barang untuk hajat hidup orang banyak. Apa yang perlu kita beli dan kita miliki atau kita lakukan menjadi jauh lebih sederhana ketika kita mengerti apa yang paling urgen dalam situasinya saat ini.

Banyak orang sudah mulai melihat hal yang indah di balik corona, karena ia membantu kita mengevaluasi hidup kita nyaris seluruh aspek yang kita punya. Dengan corona ini, antara lain kita menjadi lebih disiplin dan fokus untuk menentukan tindakan yang penting dan benar.

Membangun relasi sosial yang tepat dan memberdayakan.

Kita sudah melihat dan merasakan dampak dan perubahan yang terjadi ini dalam semua aspek kehidupan kita; kesehatan, ekonomi, sosial, budaya, politik, dan mungkin hal lain sebagai dampak sampingan. Isu kesehatan ini memang berdampak global. Relasi sosial yang berubah, budaya online dalam bentuk webinar, video call, aktifitas melalui media sosial di dunia maya semakin diandalkan. Kita mulai membiasakan jarak biologis riil secara fisik, dengan prosedur bermasker, dan tidak bersalaman ataupun duduk dalam jarak aman. Dampak pola transaksi ekonomi sehari-hari tak bisa dilawan, meskipun oleh raksasa perusahaan atau merk terkenal. Belanja hanya yang penting dan wajib dipenuhi untuk konsumsi hidup sehari-hari, dalam bentuk suplai makanan, minuman, susu, obat dan alat-alat kesehatan. Daftar prioritas berubah, ternyata sangat banyak hal-hal tidak terlalu penting dan hidup secukupnya menjadi pilihan yang lebih bijaksana.

Pola relasi kita khususnya di perkotaan tampak dalam aktivitas ekonomi, aktivitas kerja, pendidikan dan prosedur yang lebih ketat dalam kesehatan. Pandemi memaksa pengusaha yang bergerak di area bisnis perlu menghitung ulang kebijakan, sebagian produk tidak lagi termasuk dalam daftar kebutuhan atau prioritas hidup. Perputaran keuangan melambat, nyaris setiap orang menahan diri untuk tidak membuka dompetnya saat ini. Kalaupun terpaksa menggunakan transaksi nontunai dan menutup rapat kuat-kuat pundi-pundi tabungannya untuk masa yang tidak jelas. Sebagian tenaga medis berjuang dengan protokol ketat, sebagian orang beradaptasi dengan pola kerja yang baru, sedangkan guru dan siswa berusaha untuk tetap sekolah dengan kurikulum dan kebijakan yang lebih adaptif, sementara sebagian juga berjuang untuk tidak menyerah saat tetap di rumah saja.

Sebagian mungkin tak tahan untuk memeluk keluarga dan orang tua, sehingga bertemupun perlu dengan jadwal dan prosedur bertamu yang spesifik dengan kostum atau tabir transparan. Beberapa postingan di medsos menceritakan kisah haru memeluk dengan pelindung plastik, wisuda, upacara perayaan dengan teknik drive thrue.

Semua orang berusaha menemukan cara baru untuk berelasi dan menjaga ikatan emosi dengan positif.

Kita hanya perlu membangun sistem baru dalam cara kita berinteraksi, baik dengan manusia lainnya, dengan barang dan jasa. Nilai dan prioritas hidup mulai diperhitungkan. Tetapi relasi dan ikatan emosional dengan keluarga dan orang-orang penting dalam hidup itu tetap terjaga, tetap saling terhubung dan bahkan mungkin dapat lebih saling menguatkan satu sama lain dan bahkan juga belajar lebih saling peduli.

Photo by Peter Lloyd on Unsplash

Melihat dari sudut positif, menemukan solusi yang memberdayakan dan memberi makna

Sebagian orang melihat hal ini sebagai masalah, sementara yang lain melihat sebagai peluang. Namun tidak sekedar melihat sudut pandang tentang gelas setengah kosong atau setengah isi, persepsi tentang kehidupan adalah tentang bagaimana sudut pandang itu memberdayakan diri kita dan mampu menjawab persoalan yang kita hadapi. Ini juga adalah tentang sebuah proses dan menguji potensi manusia yang kita yakini mampu melampaui dunianya. Karena kualitas tertinggi manusia adalah kemampuan untuk transendensi. Makna transendensi manusia terkait sejauhmana kita mampu melihat makna bagi kehidupan kita pada jangka panjang. Manusia yang “transcendere” dalam bahasa latin artinya to climb over or beyond, mampu melewati /mengatasi suatu kenyataan untuk sampai pada sesuatu yang ada di balik kenyataan itu.Dengan demikian kita memiliki kemampuan untuk menyadari dan menilai keadaan masa lalu dan saat ini untuk dikaitkan dengan sesuatu yang bermakna di di luar dirinya dan/atau di masa depan.

Dalam keyakinan Frankl, dan saya setujui, bahwa pada akhirnya, kita juga akan selalu menemukan hikmahnya suatu kejadian seburuk apapun itu, terjadi secara cepat ataupun lambat. Menurut Frankl, manusia ingin hidup bermakna dan mencari makna hidup, karena makna itulah motivasi tertinggi dari kemanusiaan. Manusia dapat menemukan makna hidup melalui (1) apa yang dikerjakan;Frankl menyebutnya sebagai creative value. Bila saya berkarya dengan menulis dan saya menemukan maknanya bagi saya pribadi sebagai bentuk berbagi rasa dan pengetahuan bagi orang lain, maka tulisan ini bukan hanya berguna bagi orang lain tapi juga memberikan kebahagiaan bagi saya. Makna juga dapat ditemukan melalui (2) Apa yang dihayati; Frankl menyebutnya sebagai experiential value. Pengalaman sakit yang hebat, terkadang memberikan makna yang dalam tentang kepasrahan diri, kesabaran ataupun tentang bagaimana menghargai kesehatan. Makna juga dapat kita temui dalam (3) sikap terhadap situasi atau penderitaan yang tak bisa dihindari (attitudinal value) seperti penderitaan yang dialami sebagian manusia karena bencana alam, perang atau seperti orang yang terpapar covid-19. Kita dapat menganggap ini sebagai suatu tantangan baru kehidupan, yang memberi kita peluang untuk lebih sadar terhadap kebersihan diri dan lingkungan, tentang bagaimana kita menghargai hidup dan menilai ulang tentang apa yang paling penting dan tidak penting.

Melalui wokshop tentang pemikiran Victor Frankl bersama Bapak Hana J Bastaman, Psikolog, juda dari tulisan beliau, saya mengetahui bahwa makna hidup ini juga dapat ditemukan melalui karakter untuk tetap memiliki harapan atau sikap tawakal pada Tuhan.

Pada kasus covid-19 ini, saya berkesempatan membuktikannya dalam dialog dengan orang yang terdampak. Dalam konteks ini, saya mengambil kesimpulan bahwa ketika manusia menyadari tak ada lagi yang mampu kita andalkan, selain kekuatan keyakinan maka manusia akan kembali pada harapan (hope). Keyakinan pada Tuhan ada di dalam diri manusia sendiri. Semua manusia menyakini pada Sang Pencipta corona, yang juga Tuhan yang menciptakan kita. Karena itu ujian terbesar kita saat ini adalah ketawakalan pada Tuhan Sang Pencipta. Karena semuanya tak ada yang pasti, kecuali ketetapan Tuhan, yang itu tak pasti bagi kita. Hal ini dapat kita kaji ulang dari kasus yang pernah saya tuliskan sebelumnya ketika Yang pasti hanyalah ketidakpastian.

Untuk mampu melewati semua fase ini , maka kesadaran kita dapat ditemukan melalui perenungan//kontemplasi/dzikir/eling terhadap diri yang ada di dalam (innerself). Merenungkan ulang tentang manusia/insan ini dalam posisinya mengetahui apa dan siapa diri kita ini. Bagaimana kita merumuskan dan mengambil sikap terhadap diri dan situasi yang ada. Bagaimana kita mampu mengolah batin kita dan menyadari sekaligus berjarak dengan diri dan lingkungan sehingga kita menemukan kesadaran diri yang utuh. maka kita dapat terinspirasi oleh kisah sahabat kita yang terdampak covid-19 berikut ini: Inilah cara Tuhan menegurku

Photo by Марьян Блан | @marjanblan on Unsplash

Berkarya, berprestasi dan berbagi

Selama ini, tanpa covid-19 ataupun masalah hidup, kita akan merasa aman dan itu dapat melalaikan. Situasi pandemi mengubah dunia menjadi zona yang menakutkan dan penuh kecurigaan. Melalui menghayatan pada situasi diri dan lingkunganlah kita menemukan peluang untuk belajar dan menemukan hikmah kehidupan. Sebuah ungkapan bagus menggambarkan tentang perjalanan sejati manusia, saya gambarkan dalam quote ini:

“Sebuah kapal selalu aman di pantai, tetapi bukan untuk apa kapal itu dibangun”

Kapal mungkin saja akan bertemu badai di lautan, peluang untuk karam atau selamat sampai di tujuan belum dapat dipastikan sebelum perjalanan di mulai.

Sebuah perubahan menimbulkan rasa tidak aman; fear zone. Tetapi, hanya rasa tidak aman yang juga menawarkan pertumbuhan pribadi untuk berubah dan menjadi lebih baik. Dinamika ini justru sering kita ciptakan sendiri untuk menantang pertumbuhan pribadi dalam konteks mengejar prestasi, kompetensi kerja, produktivitas, dan kreatifitas manusia yang mampu menjadi penemu dan juga suatu tantangan bagi kualitas terbaik seorang ilmuwan. Bagi para pengusaha, zona aman juga merupakan tabu. Hanya yang berani mengambil resiko dan peluanglah yang dapat merayakan kemenangan. Bagi yang menyukai sensasi dorongan adrenalin, bahkan sebuah resiko kematianpun menjadi sebuah keasyikan. Tengok saja para petualang, pembalap, penempuh jalan perjalanan/traveler sejati, pendaki gunung, dll. Hanya yang berhasil menuruni lembah dan kembali dengan selamat yang mampu menceritakan keberhasilannya dan karenanya boleh merayakan kemenangan.

Apakah kita sudah mampu pada tahap ini? Menemukan diri kita bertumbuh dan memiliki kualitas diri yang lebih baik, adalah bukan sekedar sebuah proses tetapi juga anugrah yang membawa kebahagiaan.

Saya menyakini, pandemi memancing kualitas kemanusian bangkit dan menemukan inangnya pada sudut pribadi manusia pilihan. Inilah yang akan kita lihat pada para pejuang kemanusiaan di medan perang, di wisma atlit, di rumah sakit, di panti-panti, di jalanan, di sudut laboratorium dan mungkin di gedung-gedung mewah, atau disudut rumah dan dari para seleb yang diikuti banyak orang. Sebagian berjuang melawan kemandengan ekonomi, sebagian menyelamatkan manusia dari kematian, sebagian membuat kebijakan publik untuk keselamatan bersama, menciptakan model baru pendidikan dan menyelamatkan generasi, sebagian mengajak untuk terus berbagi, saling mendukung, saling menguatkan, menyisihkan uang, pikiran, tenaga, dan doa untuk keselamatan bersama, keselamatan yang semestinya bukan hanya untuk saat kita di dunia ini saja, tapi menjangkau pula keselamatan jangka panjang di akhir kehidupan akherat kita.

Semoga kita mampu menjaga perjalanan hidup kita ini untuk mencapai bahagia dunia dan akherat.

Bandung, 17 Juni 2020

--

--

Iip Fariha
Iip Fariha

Written by Iip Fariha

Psikoterapis, marital konselor, praktisi psikodrama

No responses yet