Photo by Colton Sturgeon on Unsplash

5 Kunci mengelola emosi dengan cerdas

Iip Fariha

--

#seri belajar emosi

Ceu Teti, bukanlah orang asing bagi kami para psikolog, murid-muridnya dari berlapis generasi. Kami duduk dengan bangga sebagai muridnya, dan bergembira menjadi mitra yang menghormatinya. Demikian juga para penyintas kasus-kasus klinis akan selalu mendoakannya karena amal beliau menolong ribuan penyintas secara sukarela, amal jariah setengah abad lebih satu tahun Beliau, kami doakan agar layak dibayar dengan syurgaNya.

Adalah hal berharga pula bila saya tuliskan dari secuil pelajaran dari beliau. Kegiatan ngobrol santai ini dilakukan di pagi hari secara online 29 Agustus 2020 lalu dalam tema Cerdas mengelola emosi di masa pandemi. Saya ingin menuliskan pembelajaran dari hasil obrolan itu, menyajikan dari apa yang mampu saya serap. Kawan-kawan yang ikut obrolan dapat menambahkan, agar makin utuh apa yang yang kita pahami dan membagikannya pada yang lain agar menjadi jariah amal seumur hidup.

koleksi indonesiasehatbahagia

Berikut adalah 5 kunci mengelola emosi dengan cerdas.

1. Menerima fakta apa adanya.

Kenyataan seringkali tak sesuai keinginan kita, tentu saja bila kita yang menentukan terlebih dulu pengharapan dan mengatur semua kejadian berdasarkan apa yang kita inginkan. Manusia cenderung egois, kata Ceu Teti, saya setuju sekali, kita selalu menginginkan untuk bertindak sebagai penentu, sebagai dalang bagi kehidupan kita dan bila perlu mengatur juga orang lain. Apa yang tak sesuai dengan keinginan menjadi sesuatu yang menyakitkan, merugikan dan tidak dapat diterima.

Faktanya, apa yang ada di luar diri kita lebih banyak hal yang tidak mampu kita kontrol. Lingkungan dan semua hal yang ada di luar diri kita akan terjadi sesuai dengan hukum alaminya, baik hukum sosial budaya ataupun hukum biofisika alam semesta yang tunduk pada postulatnya sendiri.

Belajar menerima apapun yang terjadi, mudah diucapkan, tetapi sulit sekali dilakukan. Saya menduga, semua orang yang mampu melakukannya, akan hidup dengan damai dan mawas diri. Tak mudah panik, marah atau sedih dengan masalah atau perubahan tiba-tiba tetapi tidak juga gamang, cemas dan takut dengan situasi yang tidak menentu. Kehadiran virus covid -19 sampai detik ini, nyatanya masih menyisakan kemarahan dan penolakan sebagian manusia.

Hidup kita memang tidak selalu indah, tetapi gunakan jurus jitu nomor satu Ceu Teti, apapun yang terjadi, coba accepted!, terima saja dulu.

2. Jembrengin dulu!.

Jembrengin (bahasa sunda_ perjelas situasi dan masalahnya) masalah yang kita hadapi, memang tidak selalu sederhana. Lagipula seringkali kita segera merespon situasi ancaman di lingkungan dengan otak reptil. Kabur, menyerang atau membeku pura-pura mati kutu. Itulah alaminya manusia, sebagai hewan yang sesaat kehilangan akal sehatnya. Ketika stress kita akan berespon dengan otomatis, tanpa berpikir dan gagal melakukan jeda sesaat saja untuk melihat dengan jelas apa duduk persoalannya. Maka itu, Jembrengin dulu, sebelum bertindak.

Sadar diri umumnya terjadi setelah fisiologis tubuh memberikan informasi dengan jantung berdetak lebih keras, gemetaran, sesak napas, keringat dingin atau apapun bentuknya sebagai situasi alami dalam kondisi stress psikis. Apakah individu sadar diri bahwa Ia takut saat keringat mengucur atau ketakutan lalu tangannya menjadi basah, ataupun ketakutan dan keringatan itu terjadi secara simultan, itu bisa dijelaskan secara konseptual. Tetapi bagaimana kita mengendalikan emosi yang menyertai respon fisiologis dan psikis kita selanjutnya dengan baik itu, tidaklah sederhana.

Maka penting untuk Jembrengin dulu, apa yang sebenarnya terjadi, bagaimana fakta itu berbicara apa adanya dan bagaimana pemikiran canggih sebagai manusia kita mampu memahaminya dengan benar dan utuh. Mana sebab, mana akibat, apa situasi yang terjadi sebelum kejadian muncul, apa yang kita perlukan, dst. Tidak terbawa arus emosi yang dapat mengarahkan pada pemikiran negatif dan merugikan diri sendiri. Gampangkah? saya rasa banyak dari kita gagal dan memerlukan orang ketiga untuk membantu men-jembreng-in masalahnya. Tidak apa-apa, bila memang masih sulit, maka orang lain siap membantu. Itulah gunanya ada konsultan dan psikolog untuk Anda.

3. Cari sudut pandang baru, ubah persepsi dan paradigma yang berbeda, Carilah sisi positif.

Siapa yang suka menghadapi masalah, memancing adrenalin, berpacu dengan waktu, mentok dengan deadline ataupun dengan sengaja mendekati mara bahaya?.

Sebagian orang memerlukan stress untuk memancing semangat berubah, bertumbuh dan menemukan tantangan baru dalam hidup. Sebagian lagi menghindari masalah dan lebih senang hidup dalam kedamaian rutinitas yang sama dan berulang seumur hidupnya. Sebagian besar manusia nyatanya tetap akan menghadapi masalah dan menemukan perubahan dalam hidup, suka ataupun tidak.

Perubahan hidup adalah keniscayaan, dan apa yang tak bisa kita ubah, hanya bisa diterima. Tetapi kita tidak perlu menjadi objek perubahan, sebab kita memiliki sudut pandang dan kemampuan untuk memahami apa yang terjadi dalam hidup kita dengan pemaknaan yang berbeda, yang lebih positif. Suatu kejadian dapat kita lihat sebagai ancaman, tantangan ataupun hukuman. Bila kita melihat dengan kaca mata hitam, maka buramlah alam semesta ini, bila kita melihat dengan jernih maka akan tampak pula warna pelangi dari berkas cahaya putih yang dipantulkan dari objek yang sama.

Suatu hal yang kita sebut sebagai masalah bisa jadi merupakan suatu tantangan semata untuk sebuah proses perubahan. Secara alaminya, kitapun memang perlu perubahan tersebut. Maka cobalah merubah sudut pandang, letakkan cermin secara berbeda, carilah sudut yang lain, carilah hal-hal positif dan yang lebih penting dan baik daripada terfokus pada kerugian, kekecewaan dan ketakutan. Bagaimana caranya? masih terasa sulit dan tidak terbiasa.

Saatnya bertanya dan berubah. Karena perubahan adalah proses alami dan tak bisa ditolak. Teruslah bertanya dan mencarinya. Hanya dengan cara itu kita menemukan hal yang berbeda.

4. Temukan solusi atau problem solving.

Tidak ada yang mau terancam dan menghadapi ketakutan, apalagi bila hal tersebut disebabkan oleh hal-hal kasat mata yang tak bisa kita hadapi dengan jelas. Penyakit, seperti virus, sama buruknya dengan pikiran negatif yang merusak sistem imunitas tubuh kita baik secara fisik dan mental.

Secara utuh, pikiran, tubuh dan jiwa tak bisa dipisahkan. Walaupun banyak dari kita sulit mengintegrasikannya dan sering berfokus pada salah satunya. Namun ancaman pada satu aspek akan mempengaruhi aspek lainnya. Bila ada ancaman secara fisik, maka pengobatannya perlu dilakukan secara medik. Ceu Teti seorang psikolog menekankan pentingnya suatu proses pengobatan yang disertai dengan keyakinan bahwa misalnya obat untuk suatu sakit fisik tertentu akan menyembuhkan dan sekaligus mengelola kondisi psikologisnya dengan berbagai pendekatan yang relevan. Orang yang sakit, perlu mengelola kehidupannya, misalnya perlu melakukan mindfulness, relaksasai, mengelola waktu, dll. Demikian juga sebaliknya.

Semua hal ada jalan keluarnya, bila kita memahami kebutuhan dan mengerti duduk perkaranya, maka kita akan lebih mudah mengobati penyakit mulai dari sumbernya. Bila kita memahami persoalan dan kebutuhan psikis kita, maka respon kita akan jauh lebih efektif dan berhasil guna.

5. Penyesuaian diri dengan perilaku baru yang lebih adaptif.

Dalam situasi pandemi ini, ada banyak hal yang perlu kita sesuaikan. Virus telah memaksa seseorang merenungkan ulang semua hal dari ranah pribadi sampai bernegara. Pada level perilaku individual sampai pada kebijakan publik dan mempengaruhi semua aspek kehidupan kita saat ini. Pada masa ini, kondisi yang paling sulit adalah beradaptasi dengan perilaku baru.

Hampir semua orang kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan pola kerja di rumah sekaligus membantu anaknya beradaptasi dalam kegiatan belajar melalui akses online. Ada banyak hal yang bersifat teknis yang perlu dikuasai, seperti menggunakan teknologi, berkomunikasi secara online, penggunaan gawai secara bijaksana, mengatur waktu, mencari bahan materi belajar dan berelasi dengan guru. Banyak diantara kita juga mencari pekerjaan baru, menciptakan pola baru dengan rekan kerja, dan menjaga ikatan dengan anggota keluarga dalam situasi yang masih penuh tekanan/stress dan kekakuan.

Apapun tuntutan adaptasi yang diperlukan, akan selalu ditemukan caranya, bila sejak awal mula kita menerima situasi ini apa adanya, tetap berpikir positif, kita akan lebih mudah memahami dengan baik kebutuhan dan prilaku apa yang perlu berubah. The new normal is a change!

Bila memerlukan dukungan, maka banyak orang lain yang dapat diajak berdialog dan satu sama lain memberikan dukungan sosial. Sehingga ketika ada kesulitan, bisa dibantu dengan mencari cara coping strategy-nya. Bahkan pada anak-anak sekalipun, mereka mampu untuk dilibatkan dan mengajak mereka berdiskusi bersama orang tua, guru atau kawan-kawannya.

Bila ada yang mampu berperan sebagai agen yang membantu orang lain atau berperan dalam social support, maka akan banyak orang yang juga tertolong untuk berubah. Mari berfokus pada solusi, karena waktu terus bergerak, saatnya untuk memastikan bahwa kita mampu beradaptasi. Trimester ketiga bulan pandemi ini, semoga dapat terbangun perilaku yang lebih positif semakin sehat, sejahtera dan bahagia.

Bila anda perlu support group, kami #Indonesiasehatbahagia selalu bersama anda. Ikuti kami di https://s.id/sehatbahagiaid

Bandung, 1 September 2020

--

--

Iip Fariha
Iip Fariha

Written by Iip Fariha

Psikoterapis, marital konselor, praktisi psikodrama

No responses yet